Haji:
Perjalanan Air Mata dan Air Keringat
bÏir&ur Îû Ĩ$¨Y9$# Ædkptø:$$Î/ qè?ù't Zw%y`Í 4n?tãur Èe@à2 9ÏB$|Ê úüÏ?ù't `ÏB Èe@ä. ?dksù 9,ÏJtã ÇËÐÈ
1.
Undangan
Haji.
Undangan untuk menjalankan ibadah haji sudah dikumandangkan oleh Nabi Ibrahim
AS kepada segenap manusia penghuni bumi Allah ini (QS al-Hajj [22]: 27).
Tidak satu pun yang terlewati. Namun manusia yang mampu memenuhi undangan itu
terbatas, sedikit. Yakni hanya yang terbukti bersungguh-sungguh hidupnya memprioritaskan
dan mementingkan ibadah haji sehingga dirinya sampai pada kondisi istitha’ah
mampu. Mampu secara biaya, sarana, ilmu,
juga stamina-mentalitas, sosial, dll. Oleh karena itu kalimat spontan yang
dituntunkan adalah: “Kupenuhi panggilan-Mu, ya Allah, kupenuhi”.
Talbiyah tidak henti-henti.
2.
Lakon
drama kolosal.
Menjalankan ibadah haji di Mekah dan sekitarnya bersama jutaan orang dengan
laku dan pakaian yang sama sungguh ibarat drama kolosal. Aktor-aktrisnya adalah setiap jamaah haji,
yang memerankan tokoh Nabi Ibrahim AS, Dewi Hajar juga Nabi Adam AS. Sutradaranya adalah Allah SWT, lewat perintah-Nya;
temanya pertentangan antara taat kepada
Tuhan Allah dengan Syetan; scene-nya
Masjidil Haram Arafah Muzdalifah Mina; simbolnya
Ka’bah Jamarat Shafa-Marwa; pakaiannya
ihram; setting waktunya siang malam
pagi sore. Setiap jamaah haji yang datang dari segenap penjuru dunia nyata
melaksanakan peristiwa-laku simbolis penuh makna itu: thawaf, sa’i, tahalul,
wukuf, mabit. Konon, aktor-aktris yang bagus adalah yang sangat terkesan
kepada pribadi tokoh yang sedang diperankannya itu: laku-lakon Ibrahim, laku-lakon
Hajar, laku-lakon Adam.
3.
Rukun
Islam.
Bangunan Islam terbentuk atas lima unsur: Syahadatain, Shalat, Zakat, Puasa dan
Haji. Syahadatain merupakan pondasi, shalat merupakan tiang penyangga, zakat
adalah pintu-ventilasi, puasa sebagai pagar tembok bangunan dan haji sebagai
atap-penutupnya. Itulah struktur bangunan lengkap. Sedangkan pendekatan baru atas
Rukun Islam ini dalam dimensi proses bisa jauh lebih
menantang-mendorong untuk aktif-maju-naik. Syahadatain memproses manusia
menjadi makhluk ruhani; Shalat
memproses menjadi makhluk pribadi,
Zakat memproses menjadi makhluk budaya,
Puasa memproses menjadi makhluk sejarah,
serta Haji memproses manusia menjadi makhluk
sempurna, Insan Kamil.
4.
Kuatkan
kemantapan beribadah. Apapun kondisinya ikhtiarlah guna mampu
laksanakan ibadah haji dengan maksimal. Bahkan hingga carilah kesempatan
meskipun ada dalam kesempitan-keterbatasan. Boleh jadi inilah haji terakhir
kita, ibadah terakhir kita, doa terakhir kita-lafalkan, peran terakhir
kita-lakukan, kalimat terakhir kita-ucapkan, napas terakhir kita hembuskan,
waktu terakhir kita di alam fana ini. Jangan risau akan letak maktab
jauh-dekat, anggota regu-rombongan tua-muda, kloter awal-akhir, gelombang satu-dua.
Itu sekadar qur’ah, hasil ‘undian’. Selalulah jaga
Sikap Mental Positif (SMP), cara pandang kreatif. Prioritaskan untuk beribadah
mumpung di Madinah dan Makkah. Bukalah lebar-lebar campur-tangan Tuhan Allah
dalam gerak langkah kita, nasib kita, masa depan kita. Insya Allah
kehadiran Tuhan dalam hidup kita akan lebih nyata dan terasa. Itulah artinya
kita semakin mengikuti kehendak-Nya, yakni pilih orbit kita sendiri di
tengah thawaf berjuta manusia lainnya.
5.
Haji
Tamattu’.
Inilah pilihan haji paling ringan, banyak dipilih jamaah, yakni berihram
untuk ibadah Umrah selesai lantas berihram lagi tanggal 8 Zulhijjah
untuk ibadah Haji selesai, meskipun harus dengan membayar dam seekor
kambing. Dibanding Haji Qiran yang lebih berat, menyatukan dalam
kesatuan ibadah Haji dan Umrah, ataupun dibanding Haji Ifrad yang
dahulukan ibadah Haji baru kemudian ibadah Umrah, tentu berihram lebih lama-berat.
Kerinduan kita untuk segera melihat Ka’bah begitu sampai di Mekkah terpenuhi
saat ibadah Umrah, dan bisa berkali-kali lagi saat berpakaian biasa menunggu
masa ibadah haji. Ibadah haji juga dilakukan nyaman hingga tuntas. Meski begitu,
proses haji tetaplah perjalanan dengan air-mata dan air-keringat, saat di sini
maupun di sana, sendiri pun bersama.