Bedah Buku V, 26.03.2012
From Nobody to be Somebody:
Mencermati Nilai Hidup Tokoh Dua Novel (Berlatar
Feodalisme) Jepang (yang Tersedia) di
Perpustakaan Pondok Pabelan
Judul
|
Musashi
|
Taiko
|
Pengarang
|
Eiji Yoshikawa
|
Eiji Yoshikawa
|
Alih-bahasa
|
Tim Kompas
|
Hendarto Setiadi
|
Kota, penerbit
|
PT Gramedia, Jakarta
|
PT Gramedia, Jakarta
|
Tahun
|
Oktober 1985
|
Januari 1994
|
Tebal
buku
|
7 (tujuh) jilid, 2625
halaman
|
10 (sepuluh) jilid, 2542
hlm.
|
Dua
novel lama berlatar Jepang yang menarik untuk dicermati, diambil nilai dan
manfaatnya. Meskipun novel pertama ini fiksi tetapi tokoh Musashi tidak fiktif. Dia
hidup selama 61 tahun, 1584-1645, dikenal sebagai maestro Samurai. Tokoh novel
yang kedua, Kinoshita Tokichiro juga demikian, sosok konkretnya ahli strategi
perang. Kedua novel ini memang bersifat epik, kepahlawanan, berisi tentang
perjuangan hidup, duel, perbedaan prinsip dan juga kemenangan dengan latar
Jepang pada zaman feodal.
Pengarang
dua novel ini satu orang, Eiji Yoshikawa, sastrawan populer Jepang angkatan tahun
1970-an.
Dua tokoh-utamanya punya banyak kemiripan. Sama-sama berasal dari orang
kebanyakan, awam, from nobody yang
kemudian secara alami sedia berproses istikamah maju-meningkat-naik sehingga
menjadi seseorang yang hebat, to be somebody. Transformasi tokoh dimulai
dari munculnya ide ‘panggilan’ pribadi, misi hidup, yang pelan menguat menjadi tekad,
diaktualisasi secara terus-menerus, ada internalisasi-nilai kemudian tertantang
oleh persoalan hidup yang ada, difasilitasi-dihambat komunitas dan lingkungannya
juga tokoh-tokoh lain baik protagonis maupun antagonis sehingga memuncak
menjadikan dirinya ‘hebat’ seperti yang diceritakan dalam buku novel-roman ini.
Setting-nya juga mirip, zaman
yang berurutan, abad 16-17. Saat
itu sedang terjadi transisi besar
di Jepang dari era Shogun (semacam diktator militer) menjadi era Seni Pedang. Pada roman
Taiko bisa dijumpai banyak perang antartuan tanah (daimyo) dan prajurit sejati
dituntut berperang mengikuti kehendak tuannya, majikannya. Sementara
pada roman Musashi masa itu telah lewat; prajurit tidak lagi ikut perang
besar, sehingga bermunculan aliran Seni Pedang Samurai di seantero Jepang.
Proses yang
dialami tokoh utama Miyamoto Musashi naik secara bertahap setingkat demi setingkat
persis tujuh jilid dalam buku ini: (1) Tanah, (2) Air, (3) Api, (4) Angin, (5) Langit, (6)
Matahari dan Bulan, serta (7) Cahaya Sempurna. Bisa diduga inilah alur
pembentukan kepribadian Samurai-sejati yang dipersonifikasi Takezo masih berkualitas
tanah, lahir sebagai Musashi serta terus-tumbuh-berkembang dan naik hingga
berkualitas cahaya sempurna. Takezo-Musashi penuh masalah, bertarung,
merenung, berubah, berkembang, terkendala, teratasi, soal baru dan seterusnya.
Tentu proses begini sarat dengan nilai ketimuran Jepang yang filosofis-psikologis-kultural.
Berbeda
halnya dengan novel Taiko yang tampak lebih
politis-sosiologis-struktural. Di sini formatnya pertentangan antarpenguasa, persoalan
antarkelompok, perbedaan paradigmatik hingga ada peperangan antarwilayah. Proses
‘terpanggil’ tokoh utama pada jalan-hidupnya secara pelan tetapi pasti menapak
maju dengan cara mengatasi setiap masalah yang dihadapi oleh komunitas dan
negaranya. Apapun masalahnya. Tanpa mengesampingkan tokoh lainnya: Nobunaga
yang ekstrem brutal kharismatis, Hideyosi yang sederhana halus cerdik kompleks
dan Ieyasu yang tenang sabar penuh perhitungan. Tetapi kunci ketiga tokoh hebat
ini adalah si ‘monyet’ Kineshita Tokichiro, yang dimulai dari peran sebagai pelayan
sandal hingga akhirnya menjadi Taiko, pemersatu bangsa Jepang.
From
nobody to be somebody, would you think to do like that?
muhammad-nasirudin.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar