Kata Pengantar
K.H.
Hamam Dja’far (1938-1993) telah berbuat sesuatu. Secara konkret kiai aseli dari
Desa Pabelan, Kabupaten Magelang ini mendirikan dan memimpin Balai Pendidikan
Pondok Pabelan selama 28 tahun (1965-1993). Dari, lewat dan berpusat di pesantren
inilah Kiai Hamam mengaktualisasikan diri juga berkomunikasi secara
terbuka-luas dengan banyak orang dari berbagai kalangan dan dari beragam latar
belakang untuk berpikir bersama, berbuat bersama bahkan kemudian bekerja sama
saling membangun dan saling menguatkan dalam wadah besar negara Republik
Indonesia. Sekian orang tokoh dan penggerak organisasi pada masa
kepemimpinannya itu terbukti hadir, bertukar pikiran ataupun dipertemukan bersama
di Pabelan guna menggagas berbagai hal dan berbuat bersama-sama. Bagi kiai tampak
jelas bahwa Pondok Pabelan saat itu merupakan sebagian dari hal yang penting
atau bahkan menjadi hal yang terpenting sehingga cukup tepatlah bila disebutkan
Pabelan sebagai buah karya nyata beliau.
Namun Pabelan bagi Kiai Hamam bukanlah
tujuan melainkan sekadar alat. Alat beliau untuk bisa berbuat dan
beraktualisasi diri dalam bingkai dunia pesantren, ummat Islam dan lebih
luasnya dalam bingkai kehidupan berbangsa-bermasyarakat di negara kita Indonesia.
Menjadi kesaksian kita bersama bahwa pada tahun 1970-an dan 1980-an kiprah kiai
yang identik dengan kiprah Pondok Pabelan sedikit-banyak berperan dan tampak
menonjol dalam percaturan pergerakan. Dalam bingkai-bingkai itu secara tulus
Pondok Pabelan sering dijadikan ajang dan disodorkan olehnya sebagai pilihan tempat
untuk mewujudkan ide atau konsep pemikiran baru para tokoh penggerak itu agar
tidak sekadar hadir sebagai wacana. “Marilah konsep-wacana itu kita konkretkan
dan kita bumikan di Pondok Pabelan kita bersama ini”, demikian ajakannya. Tawaran
tulus inilah yang mengangkat Pabelan sebagai alternatif implementasi
konsep-pemikiran baru. Di antara sekian konsep baru yang ‘berhasil’ dilakukan ialah
model pengembangan masyarakat berbasis pesantren, program keterampilan santri, dan
muatan tradisi dalam proses pembaharuan pesantren. Peran-peran mediasi,
fasilitasi, pemberdayaan dan hal-hal yang seperti itulah yang dilakukan oleh Pondok
Pabelan pada saat-saat itu.
Bingkai
lain yang lebih substantif sebagai komitmen Kiai Hamam adalah pendidikan
bangsa. Secara serius beliau memperhadapkan diri pada persoalan konkret bangsa
guna mendidik kepribadian santri-santrinya, juga mendidik masyarakat lingkungannya,
sekaligus bertukar pikiran secara terbuka dengan siapapun tamunya yang datang.
Sekian banyak santri, masyarakat
lingkungan serta para tamunya jelas menjadi saksi hal itu. Berbagai ide dan
buah pemikiran mengenai hal tersebut biasa terlontarkan bahkan kadang deras
mengalir di forum perlisanan (dalam diskusi, dalam pengajaran, dalam khutbah, dalam
wawancara) atau langsung diwujudkan dalam perbuatan dan karya nyata di Pabelan.
Sungguh patut disayangkan ide dan pemikiran Kiai Hamam tidak pernah dituangkan
dalam tulisan, sehingga tidak terdokumentasi. Hal inilah yang merupakan
kelemahan sekaligus kekuatan beliau: ide pemikirannya bisa cepat mengalir ke mana-mana
tetapi tidak mudah diidentifikasi. Konon yang khas dari ide dan pemikiran kiai adalah
sifatnya yang inspiratif, bernas, improvisatif, moderat serta menguatkan pilihan
pihak yang diajaknya berbincang. Adakah perannya yang seperti itu masih membekas,
bermanfaat dan relevan hingga saat ini?
Apa
saja yang sesungguhnya menjadi ide dan pemikiran Kiai Hamam Dja’far?
Bagaimana
peran yang kyai jalankan bagi dunia pesantren dan ummat Islam?
Bagaimana
sumbangan beliau bagi pendidikan dan kehidupan berbangsa?
Pertanyaan-pertanyaan
itu hanya bisa dijawab tepat oleh mereka yang pernah mengenal dekat Kiai Hamam:
santri, karib, kerabat, ulama, intelektual, pejabat, politisi, aktivis dan para
tamu beliau yang biasa bertandang ke
Pondok Pabelan dan asyik berbincang-bincang dengan beliau. Untuk itulah sehubungan
dengan 70 tahun usianya jika masih hidup sekaligus ulang tahun ke-43 pesantren
yang didirikannya, maka kami menganggap perlu menyusun buku yang memuat tulisan-tulisan
dari mereka yang mengenal baik beliau serta menguatkan pilihan pihak yang diajaknya berbincang. Adakah perannya
seperti itu masih berbekas, bermanfaat dan relevan hingga sekarang? Apa yang
sesungguhnya menjadi gagasan dan pemikiran Kiai Hamam Dja’far? Bagaimana
perannya dalam dunia pesantrén dan ummat Islam? Apa sumbangannya bagi
pendidikan dan kehidupan bangsa?
Dari
lebih 90 orang yang kami mintai
sumbangan tulisannya, kira-kira setengahnya memenuhi permintaan kami itu. Ada
di antaranya yang memberikan hasil penelitian yang pernah dilakukan ketika Kiai
Hamam masih hidup. Naskah itu kami
sunting disesuaikan dengan tujuan penerbitan buku ini. Tapi sumbangan yang lain
adalah yang mereka tulis khusus untuk
keperluan penyusunan buku ini sesuai dengan yang kami minta. Ada juga yang
karena kesibukannya tak sempat menulis sendiri sumbangan yang kami minta namun
bersedia diwawancara oleh Panitia Buku K.H Hamam Dja’far. Setelah ditulis,
hasil wawancara itu kami konfirmasikan kepada yang bersangkutan. Kepada mereka
semua, kami sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya. Mudah-mudahan amal
mereka akan menjadi amal yang soléh di sisi Allah SWT. Amin ya Robbal’alamin.
Tiada
lain maksud kami agar jejak langkah orang seperti K.H. Hamam Dja’far yang jelas
berjasa mendirikan Pondok Pabélan yang fenomenal jangan sampai hanyut tak
berbekas digilas Sang Kala. Mudah-mudahan buku ini bukan saja berhasil merekam
jejak langkah almarhum melalui tulisan para santri, sahabat dan orang dekatnya,
melainkan juga dapat dijadikan pedoman atau acuan oleh mereka yang di
belakangnya memimpin atau mau mendirikan pondok.
Pabélan, 6 Juli 2008.
Panitia
Buku Mengenang 70 Tahun
K.H. Hamam Dja’far
Panitia Buku
Mengenang 70 Tahun K.H. Hamam Dja’far
Penasihat :
K.H. Drs. Ahmad Mustofa, K.H. Ahmad Najib Amin, Kyai Muh Balya, K.H. Drs. Mahfudz Masduki, MA
Penyunting :
Ajip Rosidi
Ketua :
Muhammad Nasiruddin, MA; R. Jamaludin, MHum
Sekretaris :
Dra. Nurul Faizah; Dra. Maria Nurhayati
Bendahara :
Drs. Nurhamid Effendi; Nur Afiyati, STh. I
Anggota :
Drs. Mudzakir, MAg; Ahmad Zabidi, SHI; Muh Nurmustofa, SHI; Uswatun Hasanah,
SPdI; Abdul Salam, SPdI; Abdul Gafur, SPdI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar