Selasa, 20 Desember 2011

Terlanjur Hidup


Terlanjur Hidup
Oleh: Muhammad Nasirudin

Bila sebelumnya ditanya terlebih dahulu dan kondisinya seperti ini tentu jawabannya tidak. Bila diberi kesempatan untuk menawar kembali pilihan hidup yang seperti ini, mungkin sikap yang muncul akan berbeda, yakni hidup menjadi lebih terlibat secara total atau sebaliknya. Hal yang jelas dan nyata adalah sudah terlanjur hidup dan dengan proses yang seperti kemarin serta dulu sehingga pilihan kondisi berikutnya menjadi seperti saat ini. Itulah sebagian isi dari hukum alam, yakni hukum sebab-akibat yang diikuti. Pilihannya ke masa depan seolah tiada lain kecuali meneruskan proses hidup ini dan mengelolanya seoptimal mungkin sehingga mencapai seperti apa yang diharapkan. Bismillah.
Kalau hanya dipikir dan dipikir maka persoalan hidup tidak akan pernah selesai. Namun bila diterima kondisi hidup yang ada lantas kita jalani-jalankan hidup ini maka insya Allah masalahnya teratasi, apapun itu dan satu persatu akan selesai. Untuk hidup dan benar-benar hidup kadang hal yang diperlukan bukanlah menyelesaikan masalahnya, melainkan hanya  sikap untuk menerima masalah yang ada. Oleh karena itu sikap yang terlibat secara penuh dan bertanggung jawab akan hidup kita menjadikan kehidupan kita semakin baik, positif serta benar.
Inilah rumusan sederhana renungan hidup seorang pencari kebahagiaan sejati. Kebahagiaan sejati? Paling tidak, jejak hidup yang dia tempuh selama ini terdapat tanda-tanda seperti itu. Pernah dulu dia menjadi wartawan, menulis untuk sebuah Koran local tetapi Koran itu mati-suri entah karena terlalu bersikap idealistis entah karena tidak dikelola secara professional. Pernah pula dia menjadi guru, jelas lebih berat nilai pengabdiannya  daripada kerja profesionalnya karena ijazah bangku pendidikannya bukanlah keguruan. Pernah juga dia berwiraswasta, beternak ikan mujahir, beternak  belut, pernah mengageni Koran dan majalah, namun semua itu masih dalam skala kecil sehingga sesukses apapun tentu tidak seberapa hasil rupiahnya. Oleh karena itu kesimpulan yang paling mendekati proses hidupnya adalah dia seorang pembosan. Atau dengan bahasa yang lebih halus dia adalah seorang perintis; perintis saja yang dia tidak mampu meneruskan usahanya itu hingga sukses.
Kondisinya saat ini tidak jauh dari hal-hal yang pernah dia lakukan dulu. Profesinya tidak jelas. Kalau kemampuannya tentu tidak sedikit, bisa menulis, pintar berbicara, mampu bernegosiasi, pandai mengelola. Namun rentang waktunya tidak ada yang bertahan lama. Dia tipe Panitia daripada Pengurus yang kerjanya ad hoc, sebatas pesanan lantas selesai. Oleh karena itu kelemahannya yang paling tampak adalah dalam bertahan, sebutlah sebagai adversity. Mudah saja dia tergoda dan beralih kepada sesuatu yang baru. Mengapa? Itulah yang boleh jadi selama ini dia selalu usahakan: menemukan kebahagiaan sejati. Hidup bagi dirinya adalah kesempatan dan peluang yang diberikan-Nya guna dia berupaya dengan mencari dan menemukan sesuatu itu. Adakah dia saat ini sudah mendapatkannya?
Jawabannya ada dua, sudah dan belum. Sudah karena dia sudah berhasil menyelesaikan sekian ‘projek’ hidup semasa dulu dan kemarin, semuanya dia lakukan dengan nyaman dan bahagia.  Umurnya kini 57 tahun, anaknya dua, laki-perempuan yang sudah bekerja dan keduanya sarjana pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar