AZAN: Fenomena Unik Menarik
1. Panggilan untuk melakukan shalat tidak
dengan tetabuhan atau bebunyian melainkan dengan kalimat yang menyadarkan:
AZAN. Tujuh macam kalimat dengan urutan spiritual yang diulang dilantunkan pada
saat manjing waktu-waktu shalat.
Sehari lima kali azan per mesjid. Sungguh menarik bila kita mencermati fenomena
azan ini. Bisa saja dikaji secara estetika, sosial-budaya, teknologi
pendukungnya, hukum, dll. Namun kali ini kita memilih pada (1) urutan redaksi
azan, dan (2) momentum penanda pergantian waktu.
2. Mari kita hayati urutan redaksi azan. Kita
mencari logika, kaitan dan fungsi tujuh kalimatnya. Dibuka dengan takbir allahu akbar yang menyentakkan kesadaran; lantas sebuah kesaksian asyhadu anla ilaha illaAllah bertuhankan Allah; disusul
kesaksian siapa tokoh akan dipanutinya asyhadu
anna muhammad rasulullah. Tiga
kalimat ini utuh sebagai stasi awal yang menegaskan bentuk-dasar hidup manusia
benar. Kemudian setelah jelas siapa dipertuhankan dan siapa dipanutinya dalam
hidup, mari melakukan shalat hayya ala shalat;
lantas mari meraih kemenangan-kesuksesan hayya
ala al-falah. Ya, ada
kemiripan bentuk antara kata al-falah ‘kebahagiaan’ dengan al-fallah
‘petani’ hingga ada keterkaitan makna. Konsep ideal bahagia adalah bertani:
mengolah tanah, mengelola tanaman dan menuai panenan. Ada di dalamnya faktor ikhtiar
duniawi optimal dengan peparing Allah
hasilnya, ad-dunya mazra’atul akhirah. Azan dilanjutkan penguatan
komitmen allahu akbar takbir dan penutup la
ilaha illaAllah termasuk juga sampai penutup hidup diniawi semoga meraih husnul khatimah penutup yang baik.
3. Respons pendengar atas azan menyiratkan makna
mendalam juga lewat kalimat-kalimat jawabannya. Pada stasi awal, jawabannya
berupa pernyataan ulang kalimatnya. Persis. Lantas pada dua kalimat ajakan,
dijawablah dengan la haula wala quwata illa billah
‘tiada pelindung dan kekuatan kecuali bersama Allah SWT’. Sungguh jawaban ini
mendasar soal hakikat perbuatan manusia yang sepenuhnya bergantung pada
perlindungan dan kekuatan dari Allah SWT. Kemudian dua kalimat azan terakhirnya
dijawab dengan kalimat pernyataan ulang sebagai penguat-penegas sikap hidupnya
menuju ke masa depan: dekat dan jauh.
4. Tidak di sembarang waktu azan
dikumandangkan. Azan dilantunkan menandai adanya pergantian waktu-situasi yang
sifatnya alami-spiritualistik: Subuh, Zuhur, Ashar, Maghrib, Isyak. Sering pula
azan dikumandangkan saat ancaman-bencana hadir misalnya hujan-angin besar agar
segera berganti menjadi aman. Bayi yang lahir diazani ataupun mayit diazani
sebelum dikubur menandai adanya pergantian alam: barzah ke dunia dan dunia ke
kubur. Ya, azan dikumandangkan menandai pergantian waktu, pergantian zaman,
pergantian alam.
5. Kalimat-kalimat azan berasal dari mimpi
dua sahabat Nabi: Abdullah ibn Zain as-Tsa’labah RA dan Umar ibn Khattab RA.
Nabi Muhammad SAW menyetujui, menetapkan, kemudian menunjuk Bilal ibn Rabah
al-Habsyi sebagai pengumandang azan karena suara yang lantang lagi jernih penuh
daya panggil ruhani. Selama Nabi hidup selalu Bilal yang berazan. Namun sesaat
Nabi wafat, Bilal tidak kuasa melantunkannya terutama saat mengucapkan syahadat
rasul. Bahkan Bilal minta berhenti azan, lantas pergi ke Syiria karena setiap
tempat di Madinah mengingatkannya selalu pada Rasulullah. Dan Bilal azan sekali
yang terakhir sudah ditunggu oleh kaum muslimin saat Khalifah Umar ibn Khatab
RA datang ke Syiria memintanya azan yang disanggupi dan direspons dengan
tangisan pendengar-jamaahnya yang semuanya menjadi rindu Rasulullah yang telah
wafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar