BERPUASA DI BULAN
SUCI RAMADHAN
: Metode Mengendalikan Kerakusan Manusia
Hari-hari ini orang-orang beriman sedang
menjalani ibadah berpantang, al-imsak,
berpuasa
Bulan Ramadhan sungguh bulan suci, bulan
kesempatan manusia beriman membengkeli jiwa, hidup dan dirinya hingga menjadi
lebih benar, memilih hal lebih berarti atas hidup sekali dengan jalan ibadah
unik yang seolah memberatkan namun sungguh menantang jiwa: Berpuasa
Kutiba
alaikum as-shiyam diwajibkan atas kamu berpuasa. Bentuk
perintahnya unik, pasif dan tidak eksplisit siapa yang mewajibkannya, agar
manusia sengaja memilih untuk berpuasa dengan kesadarannya sendiri. Puasa bisa
lebih baik bila manusia memahami makna dan manfaatnya. Puasa bukanlah tujuan
melainkan sarana-alat, Semoga kalian meraih derajat bertakwa. Takwa itu kondisi
penuh kesadaran dan kontrol, berdaya-mampu, mengontrol pikiran, perbuatan,
perkataan, seks juga makan-minumnya. Semua aktivitas dirinya
Ibadah puasa lebih menggarap hati agar
peka dan mampu bergetar seirama spiritualitasnya. Hati bercahaya akan menerangi
sekitarnya dan memimpin segenap fakultas jiwa-raganya membentuk
amal-perbuatan-karya sebagai wujud kehambaan dan kemanusiaan yang sejati
Rakus dan tamak bawaan dasar manusia
fana, simbolnya bayi dengan tangan menggenggam apa saja dan merengek minta
minum tergesa-gesa sebanyak-banyaknya. Namun saat akan meninggal dunia posisi
tangan terbuka-ka tanpa ketergesaan lagi. Puasa metode dari Tuhan untuk
mereduksi kerakusan-ketamakan. Jika tidak direduksi-dikontrol, mirip NAPZA, hal
itu kuasa membunuh manusia itu sendiri: Sungguh manusia butuh berpuasa untuk
hidupnya benar
Pesan terpenting
puasa adalah hidup tidak berlebihan. Meski nyatanya sambil berpuasa ada yang
melawan pesan ini, dengan melakukan kompensasi makan saat sahur dan berbuka:
kurma, kolak, sop buah, bubur, gule, sate. Berlebihan pula pada sikap yang
maunya dimanja bahkan minta proteksi diri: Warung makan dilarang dibuka siang
hari, soimin minta dihormati. Sedang sesungguhnya orang berpuasa itu sudah
(pasti) siaga menahan godaan, siap-sedia mengatasi masalah apapun yang
menghadang, mengubah hambatan jadi peluang. Bukan malah selalu dimanja, dibereskan
segalanya, dipasifkan, diobjekkan seperti anak manja
Berpuasa untuk meraih surga? Dulu Nabi
Adam AS di surga hidup bersama Siti Hawa; sekali berbuat salah langsung
dikeluarkan dari surga-Nya. Berapa kali kita berbuat salah selama ini? Apakah
layak kualitas kita ini dimasukkan surga? Apalagi ada yang berani mengklaim,
hanya kita yang berhak masuk surga dan selain kita di neraka. Sungguh surga itu
hak prerogratif Tuhan. Tidak seorangpun manusia masuk surga karena amalnya,
kecuali dengan ridha dan rahmat-Nya. Berpuasa bukan sekadar mencari pahala
melainkan mencari ridha Allah ta’ala
Berpuasa meniadakan ilusi-ilusi hidup.
Sedih dan gembira dibangun dari ilusi. Berpuasa itu me-nyata, merealitas dan
menyatakan. Bahwa dunia ini ladang akhirat, semua unsur duniawi berhakikat
sementara. Mari kita luruskan: Berpuasa sebulan ini pengingat. Hidup benar-baik
di dunia ini perlu punya pantangan dan kendali yang tegas. Kalau tidak, maka
pemantangnya biasa dari badan sendiri atau dipaksa keadaan alam
Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan
seluruh umat manusia namun tidak akan cukup memenuhi kerakusan satu orang
manusia. Ya, kita ini kaum yang tidak makan kecuali lapar serta makan tidak
sampai kenyang. Itulah tradisi besar qanaah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW
dan menjadi kebiasaan umat pengikut ajarannya hingga akhir zaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar