Telaah
Pustaka
Membangun
Karakter Lewat Sekolah?
Judul Buku : Pembelajaran
Al-Islam Reflektif (Reaktualisasi Model Pengajaran Kiai Dahlan)
Penulis : Dr. Suliswiyadi,
M.Ag.
Penerbit : UMM Press
Magelang
Cetakan : I, Mei
2013
Tebal Buku : xii + 171 halaman
Bisakah membangun karakter hanya
lewat Sekolah? Amat berat dan tampaknya mustahil. Sebab minimal tiga ranah
harus dirambah yakni budaya, pendidikan dan agama. Pelaku pun harus berasal
dari banyak pihak di antaranya ada orang-tua di dalam keluarga, pendidik di
sekolah, tokoh di masyarakat dan pejabat di pemerintahan. Oleh karena itu
menumpukan persoalan karakter hanya di sekolah sungguh tidak tepat, ibarat
menebang pohon besar hanya dengan memakai silet, kapan robohnya. Pembentukan
karakter menghajatkan dan melibatkan banyak pihak yang terkait kehidupan
peserta didik yang tentu lintas bidang, lintas wilayah bahkan lintas ranah
kehidupan.
Namun sekolah sebagai lembaga simbol
kecerdasan-kebaikan-keadaban yang baik-benar-indah sekaligus pusat harapan masyarakat
perlu mengoptimalkan diri berperan dalam pembangunan karakter ini. Lewat pendekatan
akademik-konseptual penulis buku ini, Suliswiyadi, berikhtiar untuk itu. Penulis
yang dikenal menggeluti bidang pendidikan, bahkan tahun 2005-2015 ini menjabat
sebagai Ketua Majelis Dikdasmen PDM Kabupaten Magelang apalagi disertasinya
juga mengangkat soal PAI ini tentu cukup tepat. Ini memang bukan bahan
disertasi Suliswiyadi di UIN Suka 2011 tetapi terkait. Suliswiyadi
mengeksplorasi wacana karakter dengan fokus pada model pengajian-pengajaran
Kiai Dahlan ketika menafsirkan QS Al-Ma’un yang fenomenal itu.
Kiai Dahlam dalam kuliah subuh di
Langgar dhuwur, Kauman Yogyakarta ketika itu menyampaikan uraian surat al-Maun
berulang-ulang. Tidak tahan dengan itu, santrinya, H. Soedja’ memberanikan diri
bertanya, “Mengapa pelajaran tidak ditambah, Kiai?” Kiai Dahlan balik bertanya,
“Apakah kalian sudah mengerti betul?” “Sudah” jawab mereka. “Apakah kalian
sudah mengamalkannya?” “Sudah, yakni dengan membacanya dalam shalat”, jelas
Soedja’. Pengamalan yang begitu dianggap belum tepat oleh Kiai Dahlan saat itu.
Beliau kemudian menunjukkannya dengan cara meminta para santrinya pergi ke
pasar guna mendapatkan anak-anak yatim dan orang miskin lantas membawanya
pulang, memberinya makan, perlengkapan hidup dan tempat tinggal. Jadilah kemudian
ada rumah Penolong Kesengsaraan Oemat (PKO). Begitulah model yang disebut
Suliswiyadi sebagai pembelajaran reflektif.
Suliswiyadi mengutip J. Drost yang
menegaskan adanya lima langkah pembelajaran reflektif, yakni: konteks belajar,
pengamalan, refleksi, aksi serta evaluasi. Dengan model ini titik-tekan pembelajaran
bergeser dari having religion menjadi
being religious dan being humane. Format model Drost ini
secara konseptual memang cukup ideal namun apa artinya begitu jika tidak mampu mendorong
pada perwujudan yang nyata?
Tiga Penentu Utama
Azyumardi Azra (2010) menegaskan
bahwa pembentukan karakter termasuk dalam pendidikan nilai. Pada pendidikan
nilai ini terdapat tiga penentu utama langkah keberhasilannya. Ketiganya adalah
(1) hadirnya teladan yang hidup (living
exemplary), (2) adanya peran klarifikasi nilai-nilai positif yang ada di
lingkungan sosial, serta (3) digunakannya pendekatan berbasis karakter-nilai
untuk semua pelajaran yang disampaikan. Suliswiyadi sempat menyebut hal ini
(hlm. 99-100) namun hanya sekilas sehingga model pembelajaran yang ditawarkan buku
ini menjadi berkesan lebih administratif-akademis. Sedang sesungguhnya
persoalan karakter tentu lebih substantif sehingga perlu eksplorasi secara
proporsional. Hal ini sejalan dengan ungkapan pendidikan at-tariqah ahammu min al-madah, al-mudarrisu ahammu min at-tariqah,
ar-ruh al-mudarris ahammu min al-mudarris (metode-cara lebih menentukan
daripada materi, guru lebih menentukan daripada metode-cara, karakter guru
lebih menentukan daripada guru).
Pembelajaran
Al-Islam Reflektif
Letak kekuatan buku ini ada pada
hubungan tiga tema. Tiga tema itu yakni Kurikulum Al-Islam Kemuhammadiyahan
(AIK) yang dibuat Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, model pengajian Kiai
Dahlan yang fenomenal serta dilengkapi dengan administrasi implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penulis dalam lima bab isi buku ini
secara rinci menguraikan mulai dari tradisi pengajaran Kiai Dahlan dalam Dakwah
Muhammadiyah, model reflektif dalam pembelajaran al-Islam, serta pengembangan
silabus dan RPP al-Islam dalam pembelajaran reflektif. Ada pula contoh konkret
perangkat pembelajaran pembelajaran untuk mapel Kemuhammadiyahan, Akhlak dan
Al-Quran di tingkat SD/MI, SMP/MTs, juga untuk SMA/MA/SMK. Semuanya lengkap unsur
mulai dari Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Program Tahunan, Program
Semester, Silabus Pembelajaran, RPP berpola Reflektif. Adapun letak pembeda
dari seumumnya RPP adalah ditegaskannya karakter siswa yang diharapkan dengan
kegiatan inti berupa (i) eksplorasi pengalaman, (ii) refleksi, serta (iii) aksi
dan konfirmasi (hlm 120-160). Kata pengantar buku ditulis oleh Haedar Nashir
yang sosiolog sehingga mampu jelas memetakan urgensi ide buku ini.
Tampaknya penulis sedang
memprihatinkan secara serius kualitas pembelajaran AIK yang hingga kini berlangsung
di Sekolah-sekolah Muhammadiyah. Ada pertanyaan nakal: Mengapa orang mau
menyekolahkan anak-anaknya di Sekolah Muhammadiyah? Ya, karena tidak perlu
khawatir kalau anaknya yang disekolahkan di Muhammadiyah itu lantas akan
menjadi Muhammadiyah, apalagi menjadi kadernya; tidak akan. Demikian pernah
dikatakan oleh salah seorang personal PP Muhammadiyah. Penulis buku ini tampaknya
ingin membuktikan bahwa pembelajaran AIK itu bisa berefek positif dan secara langsung
berdampak; baik bagi peserta didik maupun bagi persyarikatan. Oleh karena itu guru
AIK di sekolah-sekolah Muhammadiyah jadi perlu untuk mencermati tawaran solusi
yang cukup berani dalam buku ini. Apalagi pendidikan yang bermodel Muhammadiyah
Boarding School (MBS), peluang berhasil pembentukan karakternya mungkin jauh
lebih besar. Ya, setelah konsepnya utuh
perlu untuk diwujudkan secara nyata!
Muhammad Nasirudin, Kepala
Perpustakaan Pondok Pesantren Pabelan, Mungkid, Magelang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar