Judul : Kiai Baru
Logline : Kiai kharismatik
Hamam Dja’far (1938-1993) yang membenahi pola-kehidupan terbelakang warga desa Pabelan dengan menghidupkan
kembali Pondok Pabelan yang diwarisinya. Seberapa kesungguhan dalam mengelola kehidupan ini akan (menentukan) sebesar itu pula tingkat keberhasilannya.
Sinopsis Pendek: Pola kehidupan
mayoritas warga desa Pabelan, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah pada tahun 1960-an
sungguh memrihatinkan: miskin, bodoh, dan terbelakang. Namun dalam kehidupan beragama sebagian elite mereka
justru tekun bertasawuf yakni asyik-masyuk beribadah di mesjid atau di rumah
karena lari menghindar dari persoalan hidup nyata; hidup duniawi yang lemah.
Mereka mengalami disorientasi (disorientation),
hidup tanpa arah, tanpa harga-diri, tanpa keterampilan (skill) dan tanpa kemauan-besar menjalani hidup.
Ustad Hamam warga Pabelan yang alumni Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG)
Ponorogo mencermatinya dan terpanggil untuk sekaligus dua hal: menguatkan-mengarahkan
kehidupan warga desa dan menghidupkan kembali pondok warisan yang telah mati.
Dengan bekal kepercayaan masyarakatnya, kepemimpinannya, dan kemampuannya
berbahasa Arab serta Inggris maka Ustad Hamam mulai tahun 1965 membaktikan
hidupnya untuk beribadah kepada Tuhan secara vertikal dengan menggerakkan pondok
sekaligus menggerakkan masyarakatnya secara horisontal. Banyak terobosan
dilakukan dan banyak kolega-kenalan diundang
ke Pabelan untuk saling-berbagi dalam upaya mulia yang menantang itu. Pasti
banyak hambatan bahkan konflik ditemui baik yang berasal dari pondok, masyarakat
maupun pemerintah zaman Orde Baru, namun semua itu dinilainya sebagai bumbu
dalam perjuangan. Santri Pondok Pabelan awalnya 35 orang pria-wanita semua
aseli Pabelan; tahun kedua bertambah yang berasal dari seputaran Magelang,
tahun ketiga bertambah lagi dari seputaran Jawa Tengah, demikian seterusnya hingga
tercatat tahun 1982 ada 1252 orang santri dari penjuru nusantara. Bersamaan dengan itu penguatan dan pembenahan kehidupan warga desa terus
dilakukannya melibatkan segenap pihak terkait dalam bidang apapun. Perjalanan hidupnya pun mengantarkan sampai pada hal-hal yang semula tidak
diduga. Tahun 1971 Ustad Hamam terpilih
menjadi Petani Teladan Nasional, tahun 1977 Pabelan
mendapat penghargaan sebagai Pesantren dengan Keterampilan, tahun 1980 Pondok
Pabelan mendapatkan The Aga Khan Award for Architecture dari Lahore Pakistan, juga
tahun 1982 mendapatkan Hadiah Kalpataru dari Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Sebesar kesungguhan dalam mengelola kehidupan
akan sebesar itu pula tingkat keberhasilannya.
Pitch : Kemenarikan ide cerita film ini, (i) Kisah
keterpanggilan seseorang akan hidup dan tanggung-jawabnya atas lingkungan hidup
yang memrihatinkan, (ii) Model gerakan baru pondok pesantren karena inklusif
dan solutif bagi masyarakatnya, serta (iii) Didasarkan pada fakta sejarah hidup
Kiai Hamam Dja’far (1938-1993).
Genre : Film dokumenter, film sejarah
perjuangan tokoh lokal, Sejarah awal
lembaga
Konsep Poster : Latar pondok-santri, foto kiai dan judul film: “Kiai Baru”
Posisi :
Produser/sutradara/pemain/penulis-skenario/dll.
Judul : Cinta
(Tak) Sepedas Cabe
Logline : Pemuda-petani yang meniti jalan hidup
berdasarkan nurani-sederhana di tengah godaan gelimang harta subhat serta
kenikmatan berjangka-pendek. Hidup yang berhasil menjadi milik siapapun manusia yang pantang-menyerah.
Sinopsis Pendek: Dekade 1990-an mulai bergulir gerakan baru bidang
pertanian terutama melanda di wilayah-wilayah subur negeri ini. Wujud gerakannya bisnis pertanian
modern yang
pembedanya dengan biaya tinggi
akan menghasilkan panen lebih tinggi lagi; namun dalam jangka panjang akan mematikan
tanah-bumi juga meracuni konsumen. Bisnis pertanian modern ini didukung riset canggih negara maju, ditopang modal raksasa dan pasar
mencakup banyak negara. Agennya toko pertanian, paketnya aneka bibit terunggul, pupuk terhebat, pestisida
paling mujarab dengan metode pertanian tanpa mengenal musim. Janjinya berupa panenan raya,
buah-biji paling sempurna, pohon tersubur, daun terlebar karena semua itu
dicokok obat-obatan tercanggih dan beracun. Nyaris semua petani tergiur kecuali yang
berpikir-ulang, bernurani peka, berformat jangka-panjang
serta yang terkendala untuk ikut. Ada kelas juragan, ada petani, ada penggarap, ada
pekerja, ada bakul, ada konsumen. Juragan Suryadi secara
total terjun di bisnis pertanian modern ini. Menyewa lahan milik masyarakat
luas untuk selama 2-3 tahun dia serius menanam cabe. Ada Haris dan Bambang yang
menjadi pekerja kepercayaannya sudah 5-6 tahun ikut di samping pekerja-harian
yang puluhan orang. Anak semata wayangnya, Wiwik Andriani ternyata memilih
kuliah di Fikes jurusan Kebidanan, bukan pertanian atau ekonomi seperti
harapannya. Siapa yang kelak meneruskan usaha Suryadi? Haris yang cermat
bertani tampaknya ingin mandiri bertani secara organik. Bambang yang
materialistis lebih mudah dipengaruhi, tetapi Suryadi ragu apakah dia mampu.
Ternyata Wiwik memendam cinta kepada Haris, namun Haris lebih sreg-leluasa menjalin cinta dengan teman
SD-nya, Endang Suryaningsih. Bagaimana kelanjutan cinta Wiwik? Bagaimana
kelanjutan usaha Suryadi? Bagaimana pula prospek usaha pertanian organik yang
diidealkan oleh Haris? Benarkah bahwa hidup berhasil adalah milik siapapun yang
pantang-menyerah?
Pitch : Kemenarikan ide cerita film ini, (i) Kisah
keterpanggilan seseorang akan hidup dan tanggung jawabnya atas lingkungan hidup pertanian memrihatinkan
yang digelutinya, (ii) Didasarkan pada fakta
dan isyu
lingkungan hidup pro-kontra antara sistem pertanian-serakah modern dengan pola pertanian-organik kontekstual
Genre : Film fiksi remaja, perjuangan hidup
Konsep Poster :
Tanaman-pohon cabe, profil empat anak muda (dua lelaki dua perempuan),
dengan judul film: “Cinta (Tak) Sepedas Cabe”
Posisi :
Produser/sutradara/pemain/penulis-skenario/dll.