Minggu, 20 Mei 2012

Mistisisme


PETA MISTISISME DALAM ISLAM

DAN RESPON UMAT ISLAM INDONESIA

A.    Pendahuluan


“Deskripsi mengerikan” dalam al-Quran tentang Pengadilan Terakhir telah direspon orang-orang Salih dengan selalu bertaubat dan  bertempur melawan nafsu yakni inti jiwa rendah yang mendorong kepada keburukan (QS 12: 53)[1]. Inilah salah satu dasar normatif gerakan mistisisme dalam Islam. Secara historis gerakan yang kemudian sering juga disebut Tasawuf atau Sufisme[2] ini dimulai pada abad pertama hijriah lewat perilaku zuhud (pengasingan diri, pertapaan) dan mirip dengan gerakan asketisme Kristen semasa awal Romawi yang dicirikan dengan pakaian wol serta jubah berwarna gelap[3]. Kendatipun pada awalnya mistikus muslim akrab dengan syariat Islam tetapi perjalanan berikutnya sempat dicurigai bersimpangan dengannya. Kisah tentang tawakkul (pasrah kepada Allah) berlebihan hingga hal-hal yang ajaib muncul dari praktik mistik sempat membersamai perkembangan gerakan ini.
Hingga saat ini telah 14 abad perjalanan mistisisme lengkap dengan lika-liku sejarah serta peranannya dalam perjalanan pemikiran dan peradaban Islam. Tercatat misalnya peranannya yang besar dalam dakwah Islam, termasuk pula yang sampai di Nusantara (sebelum bernama Indonesia) pada abad XIII-XV[4]. Tetapi terhadap gerakan mistisisme ini banyak stempel dilekatkan. Misalnya kelompok fundamentalis-Islam memberikan stigma sebagai gerakan bid’ah dan kelompok modernis mencapnya sebagai gerakan takhayul[5]. Oleh karena itu kajian mengenai mistisisme dalam Islam ini menjadi penting dilakukan baik secara historis maupun normatif.
Makalah pendek ini berusaha untuk memetakan kembali gerakan mistisisme Islam hingga saat ini. Selain itu juga berusaha untuk mencermati respon umat Islam Indonesia terhadap mistisisme, terutama pada awal abad XX dengan bermunculannya oraganisasi ke-Islaman modern. Kemudian dilakukan pula telaah ulang ajaran mistisisme dikaitkan dengan persoalan umat Islam saat ini. Namun penulis harus minta maaf karena bahan dan data dalam makalah ini boleh jadi kurang representatif, belum bisa mengakses dari sumber primer yang terstandar, selain karena keterbatasan kemampuan penulis juga karena kemendesakan waktu dalam menuliskannya.

B.     Gerakan Mistisisme Dalam Islam


Tokoh dari Sahabat Nabi yang sering disebut sebagai peletak dasar mistisisme Islam adalah Abu Dzar al-Ghiffary (W. 652 M) yakni pada fase akhir hidupnya ketika menjalani pengasingan di zaman pemerintahan Khalifah III Utsman ibn Affan[6]. Sikap kritisis Abu Dzar al-Ghiffary kepada pejabat negara saat itu telah mengantarkannya sampai pada kasus pengasingan tersebut. Karena dieliminasikan dari pergaulan sosial tetapi kebutuhan hidupnya (pangan, pakaian, papan) telah dijamin pemerintah, maka muraqabah, mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla merupakan satu-satunya pilihan amal maksimal yang bisa dijalankannya. Secara leluasa mistikus muslim awal-mula ini memperbanyak ibadah individual hingga akhir hayatnya. Tokoh inilah cikal-bakal cara hidup zuhud selain kemudian muncul pula tokoh-tokoh lain seperti Hasan al-Bashri (W. 756 M), Ibrahim ibn Adhan (W. 777 M) serta Rabi’ah al-Adawiyah (W. 801 M)[7].
Pada abad ketiga hijriah perjalanan mistisisme sampai pada beberapa konsep baku seperti ma’rifat, fana’, hulul, ittihad, sehingga menjadi kaya dan lengkap bahkan kemudian terciptalah Ilmu Tasawuf atau Sufisme dalam Islam. Kemudian berkaitan dengan perbedaan karakter dan orientasi dalam ritual mistisismenya terdapat dua aliran besar yaitu Aliran Khurasan dan Aliran Baghdad[8]. Doktrin tawakkul dan sifat mistisisme yang spekulatif serta kecenderungan mengabaikan syariah marak pada Aliran Khurasan. Tokoh aliran ini misalnya Abu Yazid al-Busthami (W. 875 M) dengan konsep fana serta Manshur al-Hallaj (W. 922 M) dengan konsep hulul. Sementara Aliran Baghdad yang lebih peduli syariah dan menolak asketisme memunculkan tokoh Harits al-Muhasibi (W. 856M) dan al-Junaid (W. 910 M). Perbedaan kedua aliran tersebut sempat pula ditengahi untuk diakurkan bahkan kemudian terjadi semacam rekonsiliasi lewat tokoh kharismatis Abu Hamid al-Ghazali (W. 1111 M) tentu dengan karya monumental sistematisasi mistisisme Islam yaitu buku Ihya al-Ulum ad-Dien[9].
Watak mistisisme memang esoteris (batiniah) dengan dasar sikap awal cinta-kasih (hubb, ‘isyq). Para mistikus melakukan amalan ritual khas sehingga mereka mengalami perjalanan kejiwaan keagamaan yang bersifat batiniah. Dipimpin oleh seorang mursyid (guru) yang otoritasnya kuat-mutlak di hadapan pengikutnya mereka terbawa pada keadaan akrab alami, pengalaman kejiwaan menyemesta akan diri, orang lain, alam dan Tuhan[10]. Lengkap dengan tingkatan usaha dan perolehan pengalamannya inilah yang disebut sebagai jalan Tarekat (at-Thariqah, Tarikat, jalur-jalan mistik). Perkembangan mistisisme kemudian memang berwujud gerakan-gerakan Tarekat, yakni organisasi pengikut ritual pada seorang guru yang mereka ikuti. Nama tarekat sering dinisbatkan pada tokoh penemu ritualnya atau pendirinya sehingga masing-masing tarekat khas dengan pola, ritus, karakter, orientasi yang tidak sama. Namun sungguh cepat perkembangan gerakan tarekat-mistisisme ini sejak Maroko hingga Indonesia sebelum kemajuan peradaban modern. Nama Tarekat Qadariyah misalnya amat dikenal di Afrika Barat dan Indonesia yang berpokok pada mursyid Abdul Qadir Jailani (W. 1166 M), juga Tarekat Naqsyabandiyah yang bertumpu pada tokohnya, Bahauddin Naqsyabandi (W. 1415 M). Sementara di Afrika Utara lebih dikenal Tarekat Sanusiyah yang dinisbatkan pada Sayyid Muhammad bin Ali al-Sanusi (W. 1837 M).[11]
Gerakan mistisisme lewat tarekat memang mudah meluas dan diterima oleh masyarakat. Selain karena wataknya yang esoteris (bukan eksoteris, lahiriah) juga karena sifatnya yang sinkretis dengan budaya tempatan sehingga tidak pernah menuai gejolak sosial-budaya dalam penyebarannya. Namun hal itu bukan berarti mistisisme jauh dari kepentingan politik. Terutama setelah abad XVII dengan kecenderungan baru yang dikenal sebagai Neo-Sufisme tampak muncul gerakan yang penuh dengan aktivisme dan tidak lagi asketis[12]. Misalnya di Nusantara pada abad XVIII-XIX muncul pemberontakan yang dimotori para mursyid untuk menentang kolonialisme Belanda saat itu. Pemberontakan petani di Banten 1888 M[13] dimotori Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, kemudian pada tahun 1908 Tarekat Syattariyah mendalangi pemberontakan di Sumatera Barat. Demikianlah gerakan mistisisme yang dahulunya pasif, asketis kemudian berubah menjadi aktif dan peduli pada keduniaan .

C.    Respon Umat Islam Indonesia


Pada awal abad XX terjadilah gelombang pembaharuan Islam di Nusantara yang berjalan seiring dengan gelombang nasionalisme serta kesadaran kedaerahan[14]. Muncullah kemudian kelompok-kelompok kecil yang memberikan respon baik secara intelektual maupun gerakan sehingga timbul organisasi-organisasi modern yang visioner. Ada yang membawa semangat keislaman, ada yang mengusung semangat nasionalisme dan ada pula yang gabungan keduanya. Terhadap gerakan mistisisme pada awalnya ada yang langsung menentangnya, meski kemudian ada pula yang mengapresiasinya.
Terhadap mistisisme sebagai warisan masa lalu tersebut muncullah berbagai respon umat Islam Indonesia moderen. Minimal bisa dibedakan menjadi tiga klasifikasi respon. Pertama, gerakan yang menentang mistisisme dan tampak pada gerakan eksoterisme ajaran Islam. Kedua, gerakan yang menerima dan meneruskan mistisisme di kalangan umat Islam. Ketiga, gerakan yang mengkaji ulang mistisisme lewat telaah historis dan ideologis-normatif dalam bentuk revisi dan reformasi. Ketiga klasifikasi respon tersebut masing-masing punya wadah organisasi modern yang formal lengkap dengan agenda dan program yang akan diperjuangkannya.
Selama paruh pertama abad XX tersebut gerakan penentang mistisisme tampak hadir secara gagah seolah hanya perlu dengan membalikkan tangan maka hal sebaliknya bisa terwujud, yakni lewat gerakan eksoterisme ajaran Islam. Ungkapannya lewat usaha menentang bid’ah, khurafat, takhayul dengan upaya pementingan sisi lahiriah ajaran (syariah dan fiqh) Islam, gerakan ini berjalan menentang mistisisme. Organisasi modern[15] yang sejalan dengan ciri tersebut adalah Persatuan Islam (Persis) yang berdiri di Bandung tahun 1923 dan di Aceh pada tahun 1939 berdiri Persatuan Ulama Seluruh Atjeh (PUSA). Dalam AD-ART organisasinya tampak misi yang menentang keras bid’ah, khurafat dan tahayul dengan sasaran sebenarnya mistisisme.
Kemudian berkebalikan dengannya, terdapat pula organisasi modern yang hadir untuk menerima-meneruskan misistisme Islam sebagai warisan masa lalu. Dalam AD-ART oragnisasinya tampak secara jelas ungkapan “meneruskan tradisi ahlus Sunnah Wal Jamaah” dan yang dimaksudkan sebagiannya adalah mistisisme Islam. Agaknya gerakan ini memang sengaja berdiri untuk menjaga tradisi, tentu dengan berhadapan kepada penentangnya. Organisasi modern yang sesuai ciri tersebut tampak pada Nahdhatoel Oelama (Nahdhatul Ulama/NU) yang berdiri di Jombang tahun 1926, kemudian Persatuan Tarbiyah Islam (Perti) di tahun 1926, serta Jam’iyyah al-Washliyah tahun 1930. Secara faktual anggota atau umat pada ketiga organisasi ini terdapat ratusan kelompok tarekat yang diikuti serta pernah pula terjadi standarisasi sehingga didapatkan sekitar 40 buah di antaranya yang tergolong at-Tariqah al-Mu’tabarah (Tarekat Direkomendasi)[16].
Adapun ketiga, gerakan yang mengkaji-ulang mistisisme dengan berusaha untuk menempatkan posisi mistisisme secara proporsional. Gerakan ini melihat sisi positif dan sisi negatif mistisisme, mengadakan reposisi dan revisi sehingga berharap agar secara historis gerakan Islam bersifat maju dan secara normatif tidak menyalahi ajaran Islam. Organisasi modern yang tampak sesuai dengan ciri tersebut adalah Moehammadijah ( Muhammadiyah) yang berdiri di Yogyakarta tahun 1912. Awalnya organisasi ini seolah menentang mistisisme tetapi ternyata cukup kritis, mengkritisinya. Selain tampak dari salah seorang tokohnya Hamka yang menulis buku Tasauf Modern[17], juga muncul pada introspeksi internal gerakannya dengan wacana Dakwah Kultural[18]. Artinya, hingga saat ini Muhammadiyah tetap kritis terhadap mistisisme tanpa pernah mengharamkannya.
Perkembangan gerakan pada paruh kedua abad XX tampaknya tidak jauh berbeda dengan paruh pertamanya. Kendati demikian tampak pula adanya format baru, misalnya mistisisme yang mengalami variasi-variasi disesuaikan dengan perubahan zaman yang ada. Bahkan fenomena terbaru muncul model dzikir bersama yang ditayangkan langsung lewat televisi dan radio diikuti puluhan ribu jamaahnya. Tidak sedikit pula  kaum profesional baru yang mengikuti kursus-kursus tasauf, berminat pada Tasauf Modern, sehingga di sembarang tempat dan waktu terlihat melakukan dzikir dengan menggunakan tasbih[19]. Hal ini juga berarti telah terjadinya pergeseran keikutsertaan umat pada model-model tarikat lama karena tuntutan hidup modern yang serba cepat dan instan sehingga memunculkan pola hidup keberagamaan secara baru.

D.    Telaah Ulang Mistisisme Islam


Kendati masih khilaf termasuk ke dalam bagian ajaran Islam atau tidak[20], namun secara historis mistisisme merupakan kenyataan sejarah dan peranannya dalam dakwah amatlah besar. Artinya, perjalanan pemikiran dan peradaban Islam masa lalu telah melewati jalur mistisisme sehingga untuk menentukan arah berikutnya perlu pula menjadikannya sebagai dasar kenyataan, termasuk ketika hendak meninggalkannya agar gerakannya historis (bukan ahistoris). Beberapa sisi negatif mistisisme mutlak perlu untuk ditinggalkan seperti antirasionalisme, antiilmu, antidunia dan antiperubahan. Sebaliknya sisi positif mistisisme perlu dilestarikan seperti kesiagaan wafat kapan saja, kesadaran selalu dalam kekuasaan-Nya, semangat selalu bertaubat dan meningkatkan diri, ketenangan menghadapi masalah apapun yang ada, dll.
Prinsip tawazun, seimbang dan adil, dalam beragama Islam tidak bisa ditinggalkan[21]. Sisi esoteris mistisisme sudah seharusnya diimbangi dengan sisi eksoteris ajaran dalam wujud ketegakan syariah, kesejahteraan ekonomi, keharmonisan sosial, keadilan politik, keragaman budaya, dll. Kedua sisi ajaran, esoteris dan eksoteris, perlu untuk diproses secara seimbang, berkeadilan, kalau perlu bersamaan. Ibarat dua sisi satu mata uang yang keduanya ada cetakannya untuk bisa digunakan dan laku secara sah. Sisi eksoteris ajaran akan memberikan bentuk dan sisi estoteris memberikan ruh kepada kita makhluk berjenis manusia, yang bukan hewan tetapi juga bukan malaikat. Teladan paling tepat pasti Nabi Muhammad SAW yang mementingkan kedua sisi ajaran tersebut[22].
Dalam kenyataan hidup manusia memang tidak jarang seseorang baru bisa atau sempat memproses salah satu sisi ajaran Islam sehingga diperlukan “peringatan” untuk melakukan proses pada sisi lainnya. Termasuk pula dalam strategi dakwah. Ketika seseorang sudah kaya akan materi maka hendaknya juga kaya akan jiwa hingga diperlukanlah pendekatan esoteris. Sebaliknya pada manusia lain yang telah kaya akan jiwa maka sudah seharusnya juga kaya akan materi dan sisi eksoteris ajarannya. Ideal bila kedua sisi mencapai puncak yang optimal, tetapi ketika harus memilih salah satu di antara keduanya tentu saja kaya akan jiwa jauh lebih utama dan lebih hakiki daripada kaya materi eksoterisnya karena sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk rohani. Pada akhirnya keberagamaan seseorang hendaknya bisa sampai pada kedalaman dan pengalaman rohani dan itulah ekspresi serta penafsiran pribadinya atas ajaran Islam yang dipeluknya. Pengalaman rohani seperti ini bisa mengatasi (berada di atas) arasy pengetahuan dan arasy amaliahnya[23].

E.     Penutup


Uraian di atas menegaskan beberapa hal penting di antaranya adalah :
1.      Mistisisme merupakan sistem penafsiran seorang mistikus atas ajaran agama Islam yang dipahaminya dengan penekanan pada sisi esoteris (batiniah, kejiwaan) lewat pengalaman keagamaan yang khas dan bersifat pribadi. Pengaruh positif mistisisme seperti kesiapan wafat kapan saja, kesadaran berada dalam kekuasaan-Nya, kegairahan selalu meningkatkan diri, perlu untuk dimiliki. Sebaliknya pengaruh negatifnya seperti antiilmu, antirasionalisme hendaknya ditinggalkan oleh umat Islam.
2.      Gerakan mistisisme dalam Islam nyata-nyata telah mewarnai perjalanan pemikiran dan peradaban Islam masa lalu serta pernah berperanan besar dalam dakwah karena kelebihannya yang sinkretis dengan budaya tempatan, termasuk di Nusantara kita. Tetapi proses dakwah berikutnya perlu dilengkapi-diimbangi dengan sisi eksoteris ajaran Islam berupa syariah-fiqh, politik-sosial-ekonomi-pendidikan, sehingga secara individu, sosial dan keummatan bisa terwujud kehidupan nyata Islami yang lengkap meliputi segenap sisi dan bagiannya.
3.      Respon umat Islam Indonesia terhadap mistisisme bisa dibedakan menjadi tiga kelompok. Pertama, golongan atau kelompok dan organisasi yang menentang berlanjutnya mistisisme di kalangan ummat. Kedua, golongan atau organisasi yang menerima dan meneruskan warisan mistisisme Islam meskipun diikuti dengan adaptasi zaman. Ketiga, kelompok atau golongan yang mengkaji ulang mistisisme lewat reposisi dan revisi dikaitkan dengan permasalahan ummat dan zaman sehingga ditemukan sikap arif serta proporsional.

Wallahu a’lamu bi as-Shawab.

Catatan Kaki



[1] Dalam al-Quran surat Yusuf (12) ayat ke-53 : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan; kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku….” (QS 12:53)
[2] Dalam makalah ini antara mistisisme, tasawuf, sufisme dan asketisme tidak dibedakan karena semuanya menunjuk pada sisi esoteris (batiniah) ajaran agama. Likah perbedaannya pada Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 53 dst.
[3] Annemarie Schimmel, Islam Interpretatif, Upaya Menyelami Islam dari Inti Ajaran, Aliran-aliran Sampai Realitas Moderennya. Jakarta: Inisiasi Press, 2003, hlm. 125
[4] Banyak sumber menyebutkan kasus ini di antaranya juga Alwi Shihab, Membendung Arus, Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Missi Kristen di Indonesia. Bandung: Mizan, 1998, terutama hlm. 25-36
[5] Bid’ah bermakna sesuatu yang tidak terdapat contohnya pada zaman Nabi. Takhayul bermakna sesuatu yang hanya ada dalam khayal belaka. Tentang stigma ini lihat pada Rifyal Ka’bah, Islam dan Fundamentalisme. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984, hlm. 103
[6] Tentang Abu Dzar al-Ghiffary sebagai muslim zahid pertama lihat pada Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok Pikiriran Tentang Islam dan Ummatnya. Bandung: Pustaka Salman, 1983, hlm. 342
[7] Sungguh banyak sumber yang menyebutnya di antaranya Schimmel, Islam, op. Cit. Hlm. 137
[8] Lihat misalnya pada Mastuki HS, “Neo-Sufisme di Nusantara Kesinambungan dan Perubahan” dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an No. 6/VIII/1997
[9] Secara amt memikat diungkap oleh AJ Arberry, Pasang Surut Aliran Tasawuf. Bandung: Mizan, 1985 hlm. 94 dst.
[10] Harun Nasution, “Tasawuf Dalam Islam” dalam Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional : Tasawuf. Serie KKA 23/Tahun II/1988
[11] Nasrullah Alief, “Gerakan Neo-Sufisme Sanusiyah di Afrika Utara” dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an No. 2/VII/1996
[12] Amat menarik telaah tentang Neo-Sufisme oleh Fazlur Rahman, Islam. Bandung: Pustaka Salman, 1984 hlm. 303 dst.
[13] Tentang pemberontakan tersebut ditulis rinci oleh Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta: Pustaka Jaya, 1984
[14] Lihat pada AK Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat, 1980 hlm 18 dst.
[15] Informasi singkat mengenai organisasi keislaman modern pada paruh pertama abad XX diambilkan dari Anshari, Wawasan Islam, op. Cit. Hlm. 212 dst.
[16] Forum Bahtsul Masail yang dilakukan pimpinan organisasi NU membicarakan berbagai masalah terbaru dan di antaranya pada tahun 1988 terdapat rekomendasi nama tarikat yang layak diikuti jamaah.
[17] Buku ini sesungguhnya berasal dari isian pada rubrik Bahagia majalah Pedoman Masjarakat yang terbit di Medan tahun 1937-1938, kemudian diterbitkan kembali oleh Buya Hamka, Tasauf Modern. Jakarta:Yayasan Nurul Islam, 1980
[18] Dalam Sidang Tanfidz Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Denpasar 1999 diwacanakan berlakunya strategi Dakwah Kultural atas usulan Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam
[19] Berbagai media massa di Indonesia telah mengangkat topik Sufi Modern di Kota Besar antara tahun 1990-2000 di antaranya oleh MBM Tempo, Gatra, SKH Kompas, Republika. Kemudian fenomena terbaru penayangan langsung oleh TransTV model dzikir yang dipimpin oleh M. Arifin Ilham, lantas SCTV menayangkan pengajian Manajeman Qalbu KH Abdullah Gymnastiar
[20] Secara tegas menentang dimasukkannya mistisisme/tasawuf/sufisme ke dalam ajaran Islam seperti Anshari, Wawasan op. Cit. Hlm. 232
[21] Lihat misalnya pada Nurcholish Madjid, “Letak dan Peran Mistisisme dalam Penghayatan Keagamaan Islam” dalam Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional: Tasawuf, Serie KKA 23/Tahun II/1988
[22] Keteladanan Nabi Muhammad SAW termaktub secara tegas dalam al-Quran surat al-Ahzab (33) ayat ke-21: “Sungguh dalam diri Rasulullah terdapat contoh keteladanan yang baik bagimu (yakni) bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat serta banyak berdzikir
[23] Pemikir Islam dari Pakistan Dr. Mohammad Iqbal menempatkan pengalaman keagamaan ini sebagai tataran tertinggi setelah tataran keyakinan dan pengetahuan keagamaan, lihat misalnya pada HH Bilgrami. Iqbal Sekilas Tentang Hidup dan Pikiran-pikirannya. Jakarta: Bulan Bintang, 1982, hlm. 44-59



Senin, 14 Mei 2012

Renstra Perpustakaan


RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)
PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN PABELAN (P4)
PERIODE TAHUN 2011-2016
Pustaka Mencerdaskan dan Menggerakkan
I.               Dasar
Penyusunan rencana strategis (Renstra) Perpustakaan Pondok Pesantren Pabelan (P4) didasarkan pada :
a.      Nilai-nilai keislaman : QS al-Alaq (96): 1-5; QS al-Mujadalah (58): 11
b.      Ruh perjuangan : QS ar-Ra’du (13): 11: QS al-Balad (90): 4
c.       Nilai-nilai kepesantrenan: Pancajiwa Pondok; Motto Pondok
d.      Garis-garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) dan Rencana Induk Pengembangan (RIP) serta Program Jangka Panjang (PJP) Balai Pendidikan Pondok Pesantren Pabelan tahun 2001-2025
e.      Instrumen Pengelolaan: Maju bukan karena dibantu; Lakukan apa yang ditulis dan tulis apa yang dilakukan

II.             Visi : Terwujudnya Perpustakaan yang Efektif, Mencerdaskan dan Menggerakkan
III.      Misi :
   1. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Buku dan Sumber Belajar
   2. Mendiskusikan Buku Terpilih dan Tema Pilihan
   3. Melatihkan Cara Membaca Efektif
   4. Meneliti dan Membimbing Penelitian Santri
   5. Membangun Apresiasi terhadap Gerakan Buku/Budaya Berkemajuan

IV.           Sasaran    :
a.     Penguatan peran dan fungsi P4 sebagai institusi fasilitator, motivator dan pengayom dalam pengembangan kapasitas serta peningkatan etos keilmuan segenap warga Pondok Pesantren Pabelan
b.     Meningkatnya tradisi keilmuan dan budaya kritis segenap warga Pondok Pesantren Pabelan
c.      Meningkatnya apresiasi segenap warga Pondok Pesantren Pabelan terhadap gerakan budaya berkemajuan dan berperadaban tinggi

V.             Strategi   :
a.  Strategi Partisipatif    : Yakni melibatkan sebanyak mungkin partisipan anggota perpustakaan dengan cara membangun prakarsa  inisiatif dan penyadaran diri dalam hidup berkemajuan
b. Strategi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplifikasi (KISS) dengan maksud progam dan kegiatan perpustakaan yang tampak sederhana namun bermakna penting bagi pergerakan budaya berkemajuan dan berperadaban tinggi
c.   Pendekatan Jaringan  : Melibatkan secara horisontal dengan banyak pihak swasta, pemerintah, lembaga masyarakat, ormas untuk lebih menguatkan pergerakan budaya berkemajuan dan berperadaban tinggi

VI.           Program dan Kegiatan
a.     Program Organisasi dan Kelembagaan
1. Menyelenggarakan ke-TU-an yang efektif-efisien
2. Menyelenggarakan rapat kerja, musyawarah dan evaluasi yang standar
3. Menjalin komunikasi dan kerjasama internal-eksternal yang cerdas-ikhlas
b.    Program Aksi dan Pelayanan
1. Menyelenggrakan peminjaman buku/sumber belajar yang efektif-efisien
2. Mengelola pemberian Pustaka Award (PA) atau Library Person of The Year
3. Mengelola pemberian Anggota Kehormatan Perpustakaan (AKP)
c.     Program Pengembangan Sumberdaya
1. Mengelola kegiatan Bedah Buku (BB) yang efektif-efisien
2. Mengelola kegiatan Pelatihan Membaca Efektif (PME)
3. Mengelola kegiatan Pelatihan Penelitian Santri (PPS) dan pembimbingannya
d.    Program Pengembangan Sistem Jaringan
1. Melakukan silaturahmi dengan sumber belajar, sumber ilmu dan sumber pustaka
2. Menjalin kerjasama saling menguntungkan dengan lembaga dan pihak yang seiring
3. Melibatkan diri pada gerakan budaya berkemajuan dan berperadaban tinggi

VII.         Uraian Tugas Pokok dan Fungsi
Dari tenaga yang tersedia dan bersedia di Perpustakaan Pondok Pesantren Pabelan tahun 2011-2016, khususnya pada tahun 2011-2012 ini maka pembagian dan uraian tupoksi dibuat sebagai berikut:
No.
Nama, jabatan
Tugas Pokok dan Fungsi
1.
Muhammad Nasirudin, Kepala Perpustakaan
·                Melakukan koordinasi internal-eksternal
·                Memimpin rapat dalam pengambilan keputusan
·                Penanggung jawab kegiatan perpustakaan
2.
Usth. Nur Afiati, Kapro Organisasi dan Kelembagaan
·                Melakukan koordinasi mendampingi Kepala
·                Mewakili Kepala jika Kepala berhalangan
·                Bertanggung jawab atas administrasi keuangan dan konsolidasi organisasi
3.
Ust. Taufiq Rahman, Kapro Aksi dan Pelayanan
·                Melakukan koordinasi internal program Aksi dan Pelayanan
·                Memimpin kegiatan program Aksi dan Pelayanan
·                Bertanggung jawab kesuksesan program Aksi dan Pelayanan
4.
Ust. Agung Sobirin, Kapro Pengembangan Sumberdaya
·                Melakukan koordinasi internal program Pengembangan Sumberdaya
·                Memimpin kegiatan program Pengembangan Sumberdaya
·                Bertanggung jawab kesuksesan program Pengembangan Sumberdaya
5.
Ust. Mukhlis Ardiansyah, Kapro Pengembangan Jaringan
·                Melakukan koordinasi internal program Pengembangan Sistem Jaringan
·                Memimpin kegiatan program Pengembangan Sistem Jaringan
·                Bertanggung jawab kesusksesan program Pengembangan Sistem Jaringan
6.
Pustakawan-Pustakawati
·                Melakukan tugas yang diamanahkan dalam kegiatan perpustakaan
·                Mengikuti segenap kegiatan perpustakaan guna sempurnanya pelaksanaan
·                Bertanggung jawab atas suksesnya tugas yang diamanahkan kepadanya



VIII.       SOP-SPO (Standar Prosedur Operasional) Ragam Kegiatan Perpustakaan


A.             Bedah Buku /Diskusi  Perbukuan
1.     Pilih topik , buku dan pembedah dalam setahun.
2.     Tentukan waktu, tempat sesuai konteks
3.     Kelola  maksimal dengan kekhasan : tepat, efektif, efisien
4.     Jadwalkan dalam setahun
5.     Pemberian sertifikat/kenangan untuk para narasumber langsung setelah selesai acara
6.     Undangan spanduk umum, dan undangan foto copy efektif
7.     Back-drop spanduk abadi layak dan fungsional sesuai konteks



B.             Pustaka Award
Pemberian piagam pengahargaan tokoh perpustakaan dengan sistem seleksi calon :
1.     Data usulan calon ditulis setiap akhir bulan selama setahun
2.     Calon penerima memiliki komitmen terhadap dunia perbukuan
3.     Usulan berdasar kepentingan lembaga perpustakaan pondok pebelan
4.     Data setahun dianalisis dengan nominasi gradatif
5.     Dinominasikan yang representatif
6.     Ditetapkan Library Person Of The Year 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016
7.     Diberikan piagam dan hadiah dari lembaga


C.             Pemberian Anggota Kehormatan Perpustakaan Pondok Pabelan
1.     Diberikan kepada tokoh/person  dari luar
2.     Pencalonan lewat pimpinan, bagian tamu, berita media dengan pelengkapan identitas
3.     Penawaran kepada calon dengan mempertimbangkan respons
4.     Diberikan secara insidental, terpilih, dan mewakili
5.     Kepentingan apresiasi perpustakaan dan kepentingan lembaga pesantren
6.     Dicarikan event pemberian piagam AK yang tepat
7.     Evaluasi kegiatan dan pengarsipan keanggotaan AK


D.             Pelatihan Membaca Efektif (PME)
1.     Tersiapkannya materi pre-test, post-test dan pelatihan Membaca Efektif
2.     Hadirnya jumlah peserta PBE 10-20 orang dan siapnya trainer
3.     Kelengkapan pelatihan: backdrop, plano, papantulis, dll
4.     Pelaksanaan PME : tepat,efektif,efisien
5.     Sertifikat Kecepatan Membaca Efektif kepada setiap peserta
6.     Evaluasi kegiatan untuk peningkatan berikutnya
7.     Pengarsipan data dan tabulasinya
E.              Penelitian Santri dan Pembimbingannya
1.     Penyiapan modul pelatihan penelitian santri
2.     Hadirnya peserta dan siapnya trainer
3.     Pelaksanaan pelatihan: tepat, efektif dan efisien
4.     Sertifikat pelatihan untuk setiap peserta dan Rencana Tindak Lanjut (RTL)
5.     Penyiapan panduan penelitian santri standar pelajar
6.      Pembentukan dan penguatan komunitas peneliti santri
7.      Pembimbingan, penelitian dan pendampingan proposal penelitian
8.      Diskusi penelitian pelajar-santri dan kliping media
F.              Pelayanan Buku dan Sumber Belajar
1.     Pemilihan sistem-strategi-cara pelayanan yang standar
2.     Pengadaan, pendataan dan penyiapan buku/sumber belajar
3.      Penyediaan sarana dan tempat memadai
4.      Pelayanan S3 (Salam, Senyum, Sapa) secara efektif dan efisien
5.     Pengeloaan lingkungan belajar yang kondusif dan menyamankan
6.     Pendataan pengunjung/anggota
7.     Penyajian-pemaparan data pada data-dinding
G.            Penerbitan buletin santri DIALOG
1.     Perencanaan menyeluruh: kapan terbit, apa Laputnya, bagaimana organisasinya
2.     Pengorganisasian: Tupoksi (Redaksi, Usaha, Umum)
3.     Pelaksanaan: penelusuran data, penulisan, penyuntingan
4.     Setting, lay-out dan pewajahan setiap halaman
5.     Kalkulasi biaya-harga dan pencetakan buletin
6.     Distribusi dan dokumentasi-arsip
7.     Evaluasi penerbitan menyeluruh: rencana, proses, hasil dan respons



IX.                Matriks Kegiatan P4 Periode Tahun 2011-2016

Program  dan
Kegiatan
Base line 2011
Indikator keberhasilan
Sasaran & Pelaksana
Pihak Terlibat
Waktu dan Target
2012
2013
2014
2015
2016
1
Program Organisasi & Kelembagaan
Menyelenggarakan ke-TU-an









Menyelenggarakan raker, evaluasi









Komunikasi intern-ekstern









2
Program Aksi & Pelayanan
Peminjaman buku / sumber









Pemberian PA









Pemberian AK









3
Program Pengembangan Sumberdaya
Bedah Buku









Pelatihan Membaca Efektif









Pelatihan Penelitian Santri









4
Program Pengembangan Jaringan
Silaturahmi sumber belajar









Jalin kerjasama seiring









Libatkan diri budaya tinggi