Kamis, 21 Februari 2013

Kauman Muntilan



Aska 23, Markas PII

          Banyak rumah di Kauman yang dikontrakkan ataupun kamarnya untuk indekos murid semenjak dulu. Dari generasi awal merdeka ke generasi berikutnya tanpa henti, hingga saat ini yang marak. Salah satu yang fenomenal sejak tahun 1960-an hingga 1980-an adalah Aska 23. Itu kepanjangan dari Asrama Kauman nomor 23, yakni rumah di depan SMPM Kauman. Saat itu sekitar tujuh kamar dihuni sepuluh orang murid yang bersekolah sekitar Muntilan. Mereka berasal dari Talun, Dukun, ada juga dari Mancasan Salam; brancoh sana-sini, bahkan pernah ada dari luar Jawa.

          Aska 23 dikenal luas hingga wilayah Magelang-Yogya ketika dihuni oleh Pak Sukrodi dan dijadikan markas Pelajar Islam Indonesia (PII) Cabang Muntilan tahun 1966-1975. Apalagi dengan gerakan KAPPI yang menumpas PKI. Pohon Klengkeng di depan rumah itu menjadi saksi yang menyimpan banyak kenangan para aktivis, pewaris Masyumi, ya PII-wan dan PII-wati.

          Generasi selanjutnya terus juga berkiprah. Banyak “alumni” yang sukses dan tersebar di mana-mana. Sekadar menyebutkan beberapa nama adik angkatan Pak Sukrodi: Kolonel Koesbandi, AKBP Arum Priyono, Dra. Erni, Dra. Puji Handayani dan Ir. Tri Kristiani, juga Jihad, SE. Belum lagi yang indekos di Kauman Lor juga Kauman Tengah, lebih banyak lagi. Sekolahnya ada di STM Pertambangan, dll. OK.

Jumat, 15 Februari 2013

Kauman Muntilan


Pengantar Sekilas Sejarah


Kauman Muntilan
               
Kauman Muntilan luasnya tak lebih 10 hektar, kurang dari 100 KK dan terdiri atas 3 RT. Tetapi jelas tuwa awune. Ya, Kauman Muntilan telah ada dan berkiprah sejak zaman penjajahan Belanda dan terus menerus berperan hingga sekarang. Di kampung kecil ini banyak fasilitas terbuka setelah merdeka: SMI-SMP-PGAP-MTs, Madin, Al-Iman, KUA, Masjid, Langgar, TK, pesantren. Masing– masing punya “alumni” yang tidak sedikit jumlahnya.
            Di kampung damai ini tidak sedikit indekos dan kontrakan rumah. Sejak dulu. Ada yang cukup fenomenal,  Aska 23, yakni indekosan di rumah Bu Kaji Pur, Asrama Kauman Nomor 23 dengan banyak alumni yang jadi tokoh hebat seperti Pak H. Sukrodi. Oleh karena itu jumlah orang yang pernah bermukim di Kauman, bersekolah, menikah, shalat, ngaji dan umumnya meminum air Kauman sungguh-sungguh banyak. Tidak hanya ribuan jumlahnya, puluhan ribu, bahkan ratusan ribu orang, mungkin pula jutaan.

            Guna mengingatkan kembali akan “rasa-kauman-dulu” rubrik ini hadir rutin mingguan. Isinya ringkas sekilas sejarah dari generasi zaman Belanda, zaman Jepang, zaman merdeka, Orde Baru hingga generasi zaman Reformasi. Ada era perintisan,  pengembangan, kebangkitan, era PII, era JPK, era PAKM, era buletin KUBAH, era PS Amor, dan seterusnya. Ya, kini Kauman sedang punya gawe, yakni nyengkuyung bersama menuju Kauman Muntilan Baru yang kuat, beriman, mandiri dan sejahtera lahir-batin.  Atau rumusan lima elemen dasar sosial : Kauman yang maju, adil, makmur, berdaulat dan bermartabat. Bismillah    

Selasa, 12 Februari 2013

KHA Dahlan Bela Tanah Kauman Muntilan


Rasa Kauman Muntilan :

KHA Dahlan Bela Tanah Kauman Muntilan
                Terjadi pada tahun 1918-1919. Romo Van Lith SJ misionaris aseli Negeri Belanda bermaksud meluaskan areal pasturan hingga meliputi Kauman Muntilan. Setiap hari dia membujuki warga dan tokoh Kauman untuk bersedia pindah-rumah atau menjual tanah-rumah kepadanya. Konon hingga suatu hari warga Kauman (ber-)/(di-) kumpul (-kan) di kantor Kawedanaan Moentilan zaman penjajahan Belanda ketika itu untuk rapat soal tanah Kauman Muntilan.
                KH Ma’shoem bin KH Isa (1848-1939) tokoh Kauman yang menjabat pengulu Sawangan saat itu mencari cara untuk mengatasi hal tersebut hingga bertemu KHA Dahlan pendiri Moechammadijah Jogja. Mungkin ada solidaritas “sesama Kauman”. Maka kemudian diselenggarakanlah pertemuan antara Van Lith dengan KHA Dahlan dalam format debat-agama. Kalau Van Lith kalah maka berhentilah rencana perluasan  ke tanah Kauman; kalau KHA Dahlan kalah maka boleh diteruskan bila warga Kauman bersedia secara sukarela. Alhamdulillah, Van Lith kalah dalam debat tersebut, gangguan tanah berakhir.
                Kemudian ketika para murid KHA Dahlan akan salat di mesjid Kauman (Al-Fath) sungguh menarik perhatian warga Kauman. Sebab mereka berwudhu langsung di sungai yang mengalir airnya; tidak di kolam mesjid yang tersedia. Begitulah yang tercatat dalam sejarah KHA Dahlan dan perintisan Moechammadijah seperti ditulis sejarawan UGM Ahmad Adaby Darban dalam blognya. So, Kauman Muntilan mampu berkiprah salah satunya karena adanya peran pembelaan KHA Dahlan tersebut. Apalagi setelah itu KH Ma’shoem dengan bersepeda-onthel biasa ikut pengajian malam Selasa Pon di Jogja yang diselenggarakan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Moechammadijah.