Minggu, 25 Maret 2012

Bedah Buku makalah


Bedah Buku V, 26.03.2012
From Nobody to be Somebody:
Mencermati Nilai Hidup Tokoh Dua Novel (Berlatar Feodalisme) Jepang (yang Tersedia) di Perpustakaan Pondok Pabelan


Judul
Musashi
Taiko
Pengarang
Eiji Yoshikawa
Eiji Yoshikawa
Alih-bahasa
Tim Kompas
Hendarto Setiadi
Kota, penerbit
PT Gramedia, Jakarta
PT Gramedia, Jakarta
Tahun
Oktober 1985
Januari 1994
Tebal buku
7 (tujuh) jilid, 2625 halaman
10 (sepuluh) jilid, 2542 hlm.



            Dua novel lama berlatar Jepang yang menarik untuk dicermati, diambil nilai dan manfaatnya. Meskipun novel pertama ini fiksi tetapi tokoh Musashi tidak fiktif. Dia hidup selama 61 tahun, 1584-1645, dikenal sebagai maestro Samurai. Tokoh novel yang kedua, Kinoshita Tokichiro juga demikian, sosok konkretnya ahli strategi perang. Kedua novel ini memang bersifat epik, kepahlawanan, berisi tentang perjuangan hidup, duel, perbedaan prinsip dan juga kemenangan dengan latar Jepang pada zaman feodal.
            Pengarang dua novel ini satu orang, Eiji Yoshikawa, sastrawan populer Jepang angkatan tahun 1970-an. Dua tokoh-utamanya punya banyak kemiripan. Sama-sama berasal dari orang kebanyakan, awam, from nobody yang kemudian secara alami sedia berproses istikamah maju-meningkat-naik sehingga menjadi seseorang yang hebat, to be somebody. Transformasi tokoh dimulai dari munculnya ide ‘panggilan’ pribadi, misi hidup, yang pelan menguat menjadi tekad, diaktualisasi secara terus-menerus, ada internalisasi-nilai kemudian tertantang oleh persoalan hidup yang ada, difasilitasi-dihambat komunitas dan lingkungannya juga tokoh-tokoh lain baik protagonis maupun antagonis sehingga memuncak menjadikan dirinya ‘hebat’ seperti yang diceritakan dalam buku novel-roman ini.
            Setting-nya juga mirip, zaman yang berurutan, abad 16-17. Saat itu sedang terjadi transisi besar di Jepang dari era Shogun (semacam diktator militer) menjadi era Seni Pedang. Pada roman Taiko bisa dijumpai banyak perang antartuan tanah (daimyo) dan prajurit sejati dituntut berperang mengikuti kehendak tuannya, majikannya. Sementara pada roman Musashi masa itu telah lewat; prajurit tidak lagi ikut perang besar, sehingga bermunculan aliran Seni Pedang Samurai di seantero Jepang.
            Proses yang dialami tokoh utama Miyamoto Musashi naik secara bertahap setingkat demi setingkat persis tujuh jilid dalam buku ini: (1) Tanah, (2) Air, (3) Api, (4) Angin, (5) Langit, (6) Matahari dan Bulan, serta (7) Cahaya Sempurna. Bisa diduga inilah alur pembentukan kepribadian Samurai-sejati yang dipersonifikasi Takezo masih berkualitas tanah, lahir sebagai Musashi serta terus-tumbuh-berkembang dan naik hingga berkualitas cahaya sempurna. Takezo-Musashi penuh masalah, bertarung, merenung, berubah, berkembang, terkendala, teratasi, soal baru dan seterusnya. Tentu proses begini sarat dengan nilai ketimuran Jepang yang filosofis-psikologis-kultural.
            Berbeda halnya dengan novel Taiko yang tampak lebih politis-sosiologis-struktural. Di sini formatnya pertentangan antarpenguasa, persoalan antarkelompok, perbedaan paradigmatik hingga ada peperangan antarwilayah. Proses ‘terpanggil’ tokoh utama pada jalan-hidupnya secara pelan tetapi pasti menapak maju dengan cara mengatasi setiap masalah yang dihadapi oleh komunitas dan negaranya. Apapun masalahnya. Tanpa mengesampingkan tokoh lainnya: Nobunaga yang ekstrem brutal kharismatis, Hideyosi yang sederhana halus cerdik kompleks dan Ieyasu yang tenang sabar penuh perhitungan. Tetapi kunci ketiga tokoh hebat ini adalah si ‘monyet’ Kineshita Tokichiro, yang dimulai dari peran sebagai pelayan sandal hingga akhirnya menjadi Taiko, pemersatu bangsa Jepang.
            From nobody to be somebody, would you think to do like that?     

muhammad-nasirudin.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar