Sabtu, 12 April 2014

Menggapai Haji Mabrur

Menggapai Haji Mabrur
1.    Ibadah Haji: Momentum Penting Hidup Manusia. Manusia muslim manapun belum pasti berkesempatan melaksanakan ibadah haji. Maka haji perlu dipentingkan, dikhususkan. Penting juga memanfaatkan haji sebagai titik-belok atau titik-balik perjalanan seseorang guna hidup lebih baik, bermakna, bermanfaat. Dengan demikian tampak jelas terbedakan antara hidup sebelum berhaji dengan hidup setelah haji. Tentu tidak berarti harus bersifat material, finansial, namun lebih bersifat mental positif. Apalagi siapa tahu prosesi haji sebagai ‘latihan-mati’ itu benar-benar jadi kenyataan sehingga perlu ada kesiapsiagaan optimal seseorang sebelum berhaji. Sedangkan nasib setelah berhaji ya sepenuhnya ‘diserahkan’ kepada Allah. Perlu jugakah misalnya dibuatkan surat wasiat sebelum berangkat menunaikan ibadah haji? Dengan begitu maka seolah hidup seseorang setelah haji merupakan ‘bonus’ umur yang berkesempatan untuk melakukan hal baru dan besar berikutnya .

2.    Selama Haji: Pilih Mulia meskipun Sukar. Ketika dihadapkan pada dua pilihan jangan ragu untuk pilih hidup yang mulia, agung, bermakna, meskipun sukar, banyak kendala. Itulah pilihan benar-tepat yang akan mengembangkan potensi kemanusiaannya. Haji bisa dipersepsikan sebagai ibadah biasa sekadar menjalankan kewajiban; namun bisa dipandang istimewa sebagai ibadah yang tidak semua muslim punya, maka perlu untuk melihat hidup berisikan ibadah yang jauh lebih hebat, agung dan mulia. Apalagi bila disadari bahwa ibadah haji itu lebih merupakan kegiatan fisik laku badani; tak ada bacaan yang wajib namun penuh kegiatan yang wajib.

3.    Menggapai Haji Mabrur: Ikhtiar Manusiawi. Predikat yang biasa dilekatkan pada hasil beribadah haji ada tiga: haji-mardud, haji-makbul dan haji-mabrur. Haji mardud, haji tertolak tidak diterima karena berselisihan dengan ibadah yang dicontohkan Nabi SAW. Haji makbul haji yang diterima karena sesuai contoh ibadah Nabi namun perilaku pelaku antara sebelum dengan setelah haji tetap sama, tidak berubah; hajinya tidak mengubah apapun. Adapun yang ideal haji mabrur, haji yang diterima dan perilaku pelaku pasca-haji jauh lebih baik seperti jadi suka memberi makanan dan pembicaraannya makin baik (ith’am at-thaam, kalamuhu salih). Guna membangun kualitas Haji Mabrur demikian maka ikhtiar kita adalah: (i) ikhlas lillahi ta’ala, (ii) harta dijaga betul yang bersih secara materi dan cara-perolehnya, (iii) didasari ilmu dan pemahaman, (iv) proses yang optimal, serta (v) keyakinan yang penuh.

4.    Amalan apakah yang bisa diandalkan saat sowan/bertemu Allah SWT kelak? Shalat kita yang sudah dilakukan selama 40 tahun, puasa juga 40 tahun? Amal salih infaq sedekah yang sudah 50 tahun? Benarkah layak dan terandalkan? Ya, hidup kita di dunia ini singkat. Nabi SAW berusia 63 tahun dengan semua amalnya terandalkan. Kita pengikutnya? Benar hidup singkat, tetapi bagaimana agar tidak merugi alias selalu beruntung? Bagaimana hidup singkat tetapi yang isi hidupnya benar, pilihannya pas?


5.    SMP: Sikap Mental Positif. Separuh masalah hidup ini akan teratasi dan berubah jadi lebih baik bila kita ber-SMP, memiliki Sikap Mental Positif. Dengan SMP maka seseorang memiliki energi optimisme, percaya-diri, hidup berorientasi ke masa depan serta proaktif terhadap perubahan. Aa Gym merumuskannya sebagai H2N, yakni Hadapi, Hayati dan Nikmati guna menjalani hidup yang tidak ringan ini. Bagaimana menerapkan SMP dan H2N dalam kehidupan sehari-hari? Ini pengantar ringkas dari Muhammad Nasirudin, Kauman Muntilan, 08121581471. Bismilah walhamdulilah wala haula wala quwata illa billah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar