Selasa, 09 Juli 2013

Renungan Hikmah Puasa 1434

BERPUASA  DI  BULAN  SUCI  RAMADHAN
 : Metode Mengendalikan Kerakusan Manusia

Hari-hari ini orang-orang beriman sedang menjalani ibadah berpantang, al-imsak, berpuasa
Bulan Ramadhan sungguh bulan suci, bulan kesempatan manusia beriman membengkeli jiwa, hidup dan dirinya hingga menjadi lebih benar, memilih hal lebih berarti atas hidup sekali dengan jalan ibadah unik yang seolah memberatkan namun sungguh menantang jiwa: Berpuasa
Kutiba alaikum as-shiyam diwajibkan atas kamu berpuasa. Bentuk perintahnya unik, pasif dan tidak eksplisit siapa yang mewajibkannya, agar manusia sengaja memilih untuk berpuasa dengan kesadarannya sendiri. Puasa bisa lebih baik bila manusia memahami makna dan manfaatnya. Puasa bukanlah tujuan melainkan sarana-alat, Semoga kalian meraih derajat bertakwa. Takwa itu kondisi penuh kesadaran dan kontrol, berdaya-mampu, mengontrol pikiran, perbuatan, perkataan, seks juga makan-minumnya. Semua aktivitas dirinya
Ibadah puasa lebih menggarap hati agar peka dan mampu bergetar seirama spiritualitasnya. Hati bercahaya akan menerangi sekitarnya dan memimpin segenap fakultas jiwa-raganya membentuk amal-perbuatan-karya sebagai wujud kehambaan dan kemanusiaan yang sejati
Rakus dan tamak bawaan dasar manusia fana, simbolnya bayi dengan tangan menggenggam apa saja dan merengek minta minum tergesa-gesa sebanyak-banyaknya. Namun saat akan meninggal dunia posisi tangan terbuka-ka tanpa ketergesaan lagi. Puasa metode dari Tuhan untuk mereduksi kerakusan-ketamakan. Jika tidak direduksi-dikontrol, mirip NAPZA, hal itu kuasa membunuh manusia itu sendiri: Sungguh manusia butuh berpuasa untuk hidupnya benar
Pesan terpenting puasa adalah hidup tidak berlebihan. Meski nyatanya sambil berpuasa ada yang melawan pesan ini, dengan melakukan kompensasi makan saat sahur dan berbuka: kurma, kolak, sop buah, bubur, gule, sate. Berlebihan pula pada sikap yang maunya dimanja bahkan minta proteksi diri: Warung makan dilarang dibuka siang hari, soimin minta dihormati. Sedang sesungguhnya orang berpuasa itu sudah (pasti) siaga menahan godaan, siap-sedia mengatasi masalah apapun yang menghadang, mengubah hambatan jadi peluang. Bukan malah selalu dimanja, dibereskan segalanya, dipasifkan, diobjekkan seperti anak manja
Berpuasa untuk meraih surga? Dulu Nabi Adam AS di surga hidup bersama Siti Hawa; sekali berbuat salah langsung dikeluarkan dari surga-Nya. Berapa kali kita berbuat salah selama ini? Apakah layak kualitas kita ini dimasukkan surga? Apalagi ada yang berani mengklaim, hanya kita yang berhak masuk surga dan selain kita di neraka. Sungguh surga itu hak prerogratif Tuhan. Tidak seorangpun manusia masuk surga karena amalnya, kecuali dengan ridha dan rahmat-Nya. Berpuasa bukan sekadar mencari pahala melainkan mencari ridha Allah ta’ala
Berpuasa meniadakan ilusi-ilusi hidup. Sedih dan gembira dibangun dari ilusi. Berpuasa itu me-nyata, merealitas dan menyatakan. Bahwa dunia ini ladang akhirat, semua unsur duniawi berhakikat sementara. Mari kita luruskan: Berpuasa sebulan ini pengingat. Hidup benar-baik di dunia ini perlu punya pantangan dan kendali yang tegas. Kalau tidak, maka pemantangnya biasa dari badan sendiri atau dipaksa keadaan alam

Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia namun tidak akan cukup memenuhi kerakusan satu orang manusia. Ya, kita ini kaum yang tidak makan kecuali lapar serta makan tidak sampai kenyang. Itulah tradisi besar qanaah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW dan menjadi kebiasaan umat pengikut ajarannya hingga akhir zaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar