Sabtu, 10 Desember 2011

‘Disubsidi Karena Maju’: Filosofi Praktis Subsidi Listrik untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat


Oleh : Muhammad Nasirudin

Pendahuluan
Sungguh ideal bila PT PLN Persero (untuk selanjutnya disingkat dengan PLN) secara ekonomi bisa mandiri sepenuhnya sehingga pemerintah tidak perlu memberinya subsidi listrik. Ideal pula bila segenap lapisan masyarakat berdaya secara ekonomi sehingga tidak memerlukan subsidi dari manapun datangnya untuk mandiri. Namun yang terjadi saat ini sungguh tidak ideal, belum seperti apa yang diharapkan. Harga pokok produksi listrik di PLN ternyata masih lebih tinggi dibandingkan harga jual listrik sehingga pemerintah perlu menyeimbangkan neracanya lewat subsidi listrik. Masyarakat pun tidak sedikit, terutama di lapisan terbawah yang belum berdaya, bahkan tidak berdaya secara ekonomi sehingga dipandang perlu untuk diselenggarakan program pemberdayaan. Jika PLN sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertekad menjadi pendorong berputarnya ekonomi nasional, maka bagaimana format yang tepat subsidi listrik untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat? Apa saja perbaikan yang perlu dilakukan oleh pemerintah, PLN maupun masyarakat, guna terwujudnya keinginan tersebut? Tulisan ini berupaya menjawabnya dengan dasar filosofi praktis serta dengan pendekatan yang unik.
Bahwa tidak ada masyarakat yang maju karena disubsidi. Yang terjadi adalah karena masyarakat maju maka ada saja pihak/orang lain yang menyubsidinya. Maju yang dimaksudkan adalah berorientasi ke masa depan serta bisa mengambil pelajaran dari pengalaman. Inilah sebuah filosofi pemberdayaan masyarakat bawah yang berasal dari kearifan lokal dunia pesantren kita. Pernyataan filosofis yang agak panjang ini bila disederhanakan bisa menjadi motto praktis yang berdaya-dorong-maju, yakni: “Disubsidi Karena Maju” dan “Maju bukan Karena Disubsidi”. Meskipun kedua motto ini benar namun diprioritaskan  yang pertama karena pendek, bernas dan menarik. Dengan dasar filosofi ini maka sebuah kerjasama bersubsidi akan terformat menjadi sinergis sebab terjadinya saling menjaga sikap sempurna tanpa melanggar kemandirian pihak lainnya. Bila filosofi praktis ini terus terpelihara niscaya kerjasama yang terbangun akan terhindar dari dua ekstremitas sikap negatif: “Sikap bergantung pada subsidi” dan “Sikap menguasai karena subsidi”. Itulah dua kesalahan umum dalam menyikapi subsidi karena terjadi perubahan sikap dan posisi yang jatuh menjadi “Maju karena disubsidi”! Sebab jika maju karena disubsidi maka ketika tiada subsidi lantas tidak bisa maju, tidak akan maju.
Pada tulisan ini pengertian subsidi dibatasi hanya pada Subsidi Listrik yakni bantuan dana dari pemerintah kepada PLN karena terjadinya ketidakseimbangan antara harga pokok produksi dengan harga jual listrik dan karena kebutuhan listrik sudah merupakan hajat hidup rakyat banyak. Kemudian, pengertian pemberdayaan masyarakat pada tulisan ini juga dibatasi pada bidang ekonomi yang cakupannya meliputi proses identifikasi masalah dan upaya penguatan keberdayaannya pada masyarakat sasaran subsidi listrik. Dengan demikian  judul tulisan ini yakni ‘Disubsidi Karena Maju’: Filosofi Praktis Subsidi Listrik untuk Memberdayakan Ekonomi Masyarakat  bisa diberikan penjelasan secara singkat sebagai  Upaya penerapan filosofi praktis ‘Disubsidi Karena Maju’ pada pendayagunaan secara baru subsidi listrik dengan tujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat sasaran.

Permasalahan Dasar
Ketidakseimbangan antara harga pokok produksi dengan harga jual listrik telah mengundang hadirnya faktor baru pada neraca usaha PLN yakni subsidi dari pemerintah dengan istilah Subsidi Listrik. Subsidi Listrik ini diberikan pemerintah dengan maksud untuk membantu ekonomi masyarakat pengguna listrik secara umum dengan cara tanpa menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) sejak tahun 2004. Asumsinya saat itu, masyarakat terutama golongan menengah ke bawah, akan merasa keberatan dengan penyesuaian tarif. Pada pelaksanaan subsidi listrik ini ternyata tiada terbedakan sasaran penerimanya; semua pelanggan listrik disamakan baik itu golongan rakyat prasejahtera, kalangan mampu (kaya) maupun kelompok bisnis dan industri. Kemudian, dari adanya kenyataan bahwa subsidi listrik bertambah tahun bertambah besar jumlahnya sehingga makin terasakan membebani anggaran belanja negara maka perlu dilakukan penataan ulang; apalagi dengan format baru untuk memberdayakan ekonomi masyarakat.
Data resmi dari PT PLN (Persero) selama dua tahun terakhir ini penting untuk disimak karena cukup mampu menggambarkan kinerja usaha dan kondisi keuangannya. Jumlah subsidi listrik untuk tahun 2008 adalah sebesar Rp 78,6 Trilyun (T) naik sebesar 14,7% dari subsidi tahun 2007 yang sebesar Rp 68,5 T. Dari angka ini tersurat dengan jelas bahwa kenaikan subsidi dalam setahun saja amat signifikan yakni 14,7%. Bukankah angka subsidi tahun 2008 ini akan setara dengan hampir separuh dari mata anggaran pendidikan?  Sementara kinerja usaha dan hasil yang dilakukan PLN tampak bagus dan berprestasi pula. Tahun 2008 dengan beban usaha sebesar Rp 160,6 T dan pendapatan usaha Rp 164,2 T sehingga laba usaha sebesar Rp 3,6 T; hal ini meningkat dari perolehan tahun 2007 yang dengan beban usaha Rp 111,5 T,  pendapatan  Rp 114 T dan laba usaha Rp 2,5 T.
Data dan fakta semuanya itu menegaskan dua hal; pertama, bahwa subsidi listrik bertambah tahun bertambah besar jumlahnya sehingga makin memberatkan anggaran belanja negara; namun  yang kedua pada sisi kinerja PLN semakin tahun juga semakin baik. Sungguh PLN sebagai perusahaan telah melakukan banyak hal dengan baik dan cukup berprestasi sehingga layak mendapatkan apresiasi yang tinggi.

Analisis Masalah
Dalam masalah ini terdapat dua pihak utama yakni pemerintah dan PLN serta satu pihak pelengkap-pelaku yakni masyarakat sasaran subsidi. Skema hubungan yang sudah berlangsung selama ini antara pemerintah dengan PLN mengenai kelistrikan adalah hubungan antara penanggungjawab permasalahan rakyat dengan pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan yang sungguh  tidak setara. Penentu kebijakan umum dan pembuat aturan regulasinya adalah pemerintah sedangkan pelaksana amanahnya adalah PLN. Kemudian peran masyarakat sasaran subsidi adalah sebagai pelengkap-pelaku, yakni pihak yang melengkapi skema yang dibuat namun juga sebagai pelaku-penentu keberhasilan baik kelak akan dihubungkan dengan pemerintah maupun dihubungkan dengan PLN. Oleh karena itu skema hubungan ketiganya di masa mendatang perlu untuk dibuat secara lebih transparan dan sinergis agar bisa saling menguatkan serta lebih tegas untuk perincian tanggung jawab dan peran masing-masing pihak.
Sesungguhnya filosofi praktis ‘Disubsidi Karena Maju’ tepat diterapkan untuk memformat pola hubungan ketiga pihak terkait.  Pemerintah perlu menggunakan filosofi ini guna ‘menekan’ pihak PLN agar berupaya optimal dalam meraih kemajuan. Indikator kemajuan tersebut memungkinkan dibicarakan secara terbuka sehingga bersifat cukup menantang dan bersifat maju bagi pihak PLN seperti mengenai arah, prinsip kemajuan, target kemajuan juga nilai-nilai yang menjadi dasar kemajuannya. Pihak PLN sendiri perlu menggunakan filosofi ini guna memacu diri untuk terus berproses maju; sebab jika tidak mampu maju sesuai indikator yang disepakati maka tidak akan mendapatkan subsidi. Demikian pula halnya pihak masyarakat sasaran subsidi yang perlu menggunakan filosofi ini untuk memacu diri secara optimal. Mereka harus siaga maju dan terus-menerus berupaya untuk maju baik dengan maupun tanpa subsidi; apalagi dengan adanya subsidi maka kemajuannya akan bisa lebih tampak. Dengan format, posisi-posisi dan pola hubungan yang demikian itu maka keberdayaan ekonomi masyarakat sasaran subsidi menjadi hal yang niscaya dan akan segera terwujud.
 Hingga saat ini, ikhtiar untuk keluar dari permasalahan dasar kelistrikan itu sudah dilakukan namun baru oleh pihak PLN. Ikhtiar untuk menurunkan jumlah subsidi listrik dilakukan lewat kampanye penghematan listrik bagi pengguna akhir; bahwa semakin hemat listrik akan semakin sedikit subsidinya. Ikhtiar untuk menurunkan biaya produksi dilakukan secara sistemik dan berkesinambungan lewat penghematan BBM (karena beban perusahaan terbesar adalah pembelian BBM ini) dan efisiensi berbagai sektor produksi (gasifikasi, penghematan internal, susut jaringan, dll.). Secara bertahap pula sudah mulai diberlakukan pembedaan tarif yakni tarif nonsubsidi untuk pelanggan di atas 6600 VA dan layanan khusus calon pelanggan dengan tarif B to B. Bahkan tercatat efisiensi internal PLN yang dilakukan pada tahun 2008 nilainya cukup besar yakni hingga Rp 4,98 Trilyun! Meskipun demikian semua itu masih bersifat instrumental, masih berskala sebagai pelengkap karena kecil-kecil satuannya serta tidak mampu mengubah konstelasi perlistrikan di Indonesia dan proporsi keadaan secara signifikan: subsidi listrik masih besar bahkan semakin besar.
Oleh karena itu bagaimanapun keadaannya subsidi listrik dari pemerintah kepada PLN perlu untuk ditata ulang. Boleh jadi rentangan pilihan penataulangannya mulai dari yang ekstrem yakni diberhentikannya subsidi listrik, lantas dikuranginya jumlah subsidi hingga diberikannya subsidi namun dengan persyaratan tertentu.

Keluar Dari Kemelut
Secara teoritis terdapat tiga skema besar untuk bisa keluar dari permasalahan dasar atau kemelut kelistrikan ini. Skema pertama bersifat radikal-revolusioner yang dalam hal ini berarti meniadakan subsidi listrik. Jika PLN dikelola tanpa subsidi listrik sudah barang tentu akan dilakukan penaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) guna terpenuhinya keseimbangan baru antara harga produksi dengan harga jual listrik. Risiko berikutnya adalah harga listrik ditentukan sepenuhnya oleh pasar dan mungkin sebagian masyarakat pelanggan terbawah akan beralih keluar karena tidak lagi mampu membayar rekening baru. Namun jika skema ini dipilih maka akan diperoleh kompensasi subsidi listrik mutlak yang sepenuhnya leluasa dan bisa digunakan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Skema kedua adalah yang sebaliknya, bersifat evolusioner, yakni meneruskan saja apa yang telah berlangsung selama ini dengan harapan tipis untuk terjadinya peningkatan kinerja, pengurangan subsidi, efisiensi internal, dan seputarnya. Tentu pilihan ini tanpa risiko yang berarti; namun sesungguhnya hanya bernilai menunda masalah hingga suatu ketika bisa ‘meledak’. Ada yang menyebut bahwa skema kedua ini hanya sebagai penundaan atau salvasi (salvation) saja dan bukan jalan keluar atau solusi (solution).
Skema ketiga bersifat revolusioner-evolusioner yakni gabungan kedua skema sebelumnya yang tentu menjadi lebih rumit tetapi bisa dipandang lebih realistik. Subsidi listrik tetap diberikan pemerintah kepada PLN namun terbatas jumlah dan nilainya, yakni diperuntukkan hanya kepada sejumlah kelompok pelanggan listrik yang benar-benar layak disubsidi atau dengan struktur tarif yang lebih tepat. Pemberian subsidi ini tetap dipilih sebagai penegas kepentingan bahwa listrik telah menjadi hajat hidup dan kebutuhan dasar rakyat, sehingga wajar sebagian kecil disubsidi secara minimal. Kemudian dari adanya selisih subsidi atau sebutlah sebagai kompensasi subsidi listrik akan bisa digunakan sebagai dana pemberdayaan ekonomi masyarakat. Rumitnya skema ini tampak dari dilakukannya dua program oleh dua pihak yang berbeda; yakni pertama pihak PLN yang menyalurkan program subsidi listrik terbatas dan kedua pihak pemerintah yang menyiapkan program baru pemberdayaan ekonomi masyarakat dari dana kompensasi listrik. Namun hal ini bisa dipandang lebih realistik karena adanya kesinambungan format dengan proses sebelumnya kendatipun cukup banyak perubahan. Hal terakhir ini pulalah yang sejalan dengan filosofi praktis kita ‘Disubsidi Karena Maju’.
Sebagai sebuah BUMN yang besar dengan delapan anak perusahaan hulu hingga hilir maka PLN tidaklah mungkin bergerak selincah perusahaan kecil, tidak mungkin berubah secara drastis, ataupun berganti-ganti kebijakan secara spontan-mendadak. Bahkan pilihan perubahan apapun tidak akan segera berjalan kecuali setelah lewat sistem yang dipilih atau sesudah disesuaikan dengan budaya perusahaan ini. Oleh karena itu perhitungan rinci dan pertimbangan yang holistis-menyeluruh menjadi hal signifikan.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Filosofi praktis ‘Disubsidi Karena Maju’ tepat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan format pemberdayaan ekonomi masyarakat ini. Dengan dasar filosofi praktis ini maka masyarakat sasaran subsidi akan bisa dibedakan berdasarkan ‘kemajuan’ yang telah dicapainya. Ada dua golongan besar, yakni golongan masyarakat maju dan golongan masyarakat belum maju. Terhadap golongan masyarakat maju maka yang perlu dilakukan adalah arahan dan penguatan atas kemajuannya dengan pengguliran Program Pinjaman Dana Bergulir ataupun Program Hibah Alat-alat Kerja. Sedangkan terhadap golongan masyarakat belum maju, maka arahnya adalah penggugahan motivasi hidup dan penyadaran untuk berkemajuan dengan pengguliran Program Pendidikan-Pelatihan (Diklat); contohnya seperti Pelatihan Motivasi Berprestasi (Achievement Motivation Training) yang terbukti cukup berhasil dalam menanamkan ‘virus’ kemajuan dan kebermaknaan hidup kepada para pesertanya. Adapun mengenai pemilihan masyarakat sasaran subsidi bisa didasarkan pada prinsip representasi, relevansi, plafonasi dan tingkat pemenuhannya akan kriteria; jauh akan lebih baik bila proses pemilihannya diawali dengan pengusulan dari bawah (masyarakat) sehingga tersertakan ‘kehendak-maju’ dari (calon) masyarakat sasaran.
Salah satu faktor terpenting keberhasilan sebuah program adalah diikutsertakannya para ahli, lembaga ataupun pihak yang telah berpengalaman nyata dalam bidang tersebut. Oleh karena itu guna kesuksesan pelaksanaan aneka program dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat ini perlu untuk mengikutsertakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); Lembaga Keuangan Mikro serta Trainer-trainer dan Lembaga Training Sumber Daya Manusia yang sudah berpengalaman dalam bidangnya. Pemerintah atau dalam hal ini instansi yang terkait ataupun lembaga yang diberi amanah cukup bertindak dengan menyusun aturan pola-regulasi dan berperan sebagai regulator penanggung jawab  programnya; kesempatan dari luar untuk berpartisipasi dalam program dan kegiatan bisa dibuat terbuka sepenuhnya ataupun setengah terbuka.
Pada akhirnya keberdayaan ekonomi masyarakat kelak akan merupakan hasil gerakan yang bersifat struktural-kultural. Keberdayaan ini menjadi niscaya jika dua sisi terpenuhi yakni munculnya kesadaran kritis masyarakat dan solidaritas sosial. Kesadaran kritis akan muncul jika masyarakat dikenalkan pada gagasan-gagasan kritis. Kemudian solidaritas akan muncul jika kelompok yang kritis bersatu dalam sebuah gerakan dengan menularkan kesadaran itu kepada masyarakat luas. Bila diperlukan masyarakat dapat pula berbuat secara kolektif. Upaya yang melibatkan masyarakat umum dalam penilaian kinerja perusahaan ataupun masukan lain seperti lewat lomba karya tulis ini sungguh bisa dibaca sebagai pemunculan gagasan-gagasan kritis yang diharapkan bisa berlanjut dan ‘menetas’ menjadi kesadaran kritis. Inilah momentum awal prosesi pemberdayaan ekonomi masyarakat dari subsidi listrik yang semoga segera berkelanjutan dengan bergulirnya program-program pemberdayaan sesuai dengan kelompok/golongan sasarannya.

Kesimpulan
Dari uraian terdahulu bisa diambil tiga butir kesimpulan seperti tertera berikut ini :
1.      Bahwa biaya penyediaan tenaga listrik tidak bisa dipungkiri relatif tinggi. Biaya tersebut meliputi biaya pembangkitan tenaga listrik (Instalasi PLTU, PLTA, PLTG, dll.), biaya pengiriman atau transmisi listrik serta biaya pembagian atau distribusi energi listrik sehingga sampai pada masing-masing pelanggan-pengguna yang tersebar lokasinya secara meluas. PT PLN (Persero) yang diberi amanat sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan (PKUK) sesuai UU No. 15/1985 nyata-nyata sudah berupaya maksimal dalam mengelola usahanya, berprestasi bagus, serta berhasil dalam menjaga keberlangsungan pasokan tenaga listrik di seluruh wilayah Indonesia. Selayaknyalah diberikan apresiasi yang tinggi kepadanya juga kepada segenap karyawannya dengan harapan ke depan akan lebih baik lagi.
2.      Bahwa Subsidi Listrik dari pemerintah kepada PLN seperti yang saat ini terjadi sesungguhnya tidak proporsional dan tidak adil, selain secara finansial memang terus bertambah besar jumlahnya sehingga terasa semakin membebani anggaran belanja negara. Inilah permasalahan mendasar atau kemelut dalam pengusahaan kelistrikan di negara kita saat ini. Upaya untuk keluar dari kemelut tersebut terbaik dan tertepat bila dilakukan dengan cara pemotongan subsidi listrik hingga batas minimal; yakni diberikan khusus hanya kepada kelompok pelanggan tertentu ataupun dengan struktur tarif yang lebih tepat. Subsidi Listrik minimal ini tetap dipilih karena berfungsi sebagai penegas kepentingan bahwa listrik sudah menjadi hajat hidup dan kebutuhan dasar rakyat. Sedangkan dari adanya selisih subsidi tersebut atau sebutlah sebagai Kompensasi Subsidi Listrik bisa digunakan sepenuhnya untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat.  
3.      Bahwa Kompensasi Subsidi Listrik untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat perlu disusun dengan dasar filosofi praktis ‘Disubsidi Karena Maju’; masyarakat sasaran subsidi dibedakan pula berdasarkan tingkat ‘kemajuannya’ sehingga tergolongkan menjadi kelompok masyarakat maju, dan kelompok masyarakat belum maju. Terhadap sasaran kelompok masyarakat maju dilakukan arahan dan penguatan atas kemajuannya dengan  Program Pinjaman Dana Bergulir dan Program Hibah Alat-alat Kerja. Sedangkan terhadap sasaran kelompok masyarakat belum maju, maka dilakukan penggugahan motivasi hidup dan penyadaran untuk berkemajuan dengan Program Pendidikan-Pelatihan (Diklat). Untuk suksesnya pemberdayaan ekonomi masyarakat ini perlu kiranya melibatkan para ahli dan pelbagai pihak yang telah berpengalaman nyata dalam bidang tersebut seperti trainer, Lembaga Training/Sumber Daya Manusia, Lembaga Keuangan Mikro, Lembaga Swadaya Masyarakat, dll.

Biodata Penulis
Muhammad Nasirudin adalah pelanggan listrik bernomor 521540370259 yang biasa membayar rekening PLN di loket UPJ Muntilan (J521R25) Magelang distribusi Jawa Tengah & DIY. Pria yang beristerikan Siti Nurlaela (39) serta beranak Mustafa Najih Fuadi (16) dan Halida Fatha Arrifa (14) ini kelahiran Magelang, 19 Oktober 1961 dengan alamat Jalan Kartini 10 RT/RW 01/09 Kauman Muntilan Jateng KP 56411 telepon (0293)586382 dan HP 08121581471, 08812680312 email: muhnas_pabelan@yahoo.co.id . Pendidikan SD-SMP-SMA diselesaikan di Muntilan, S1 di Jakarta dan S2 di Yogyakarta. Pekerjaan swasta; pernah aktif di LSM, dunia kewartawanan dan kini bergerak di bidang pendidikan, utamanya di Pondok Pesantren Pabelan.



Alamat:
cc. ke
subject : Lomba Karya Tulis Ketenagalistrikan HLN ke-64/2009
dikirim dari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar