Sabtu, 10 Desember 2011

Hingga Tuhan Menegur Rasul

Peristiwa kecil tapi bermakna besar. Paling tidak tiga kali Tuhan Allah SWT menegur Rasulullah Muhammad SAW. Tiga teguran itu semuanya berawal dari hal yang seolah kecil atau ringan belaka. Untungnya ketiga peristiwa manusiawi itu direkam secara jelas dan cukup lengkap dalam al-Quran sehingga kita ummat Islam bisa mengkaji dan mengambil pelajaran darinya. Peristiwa pertama saat Nabi mengabaikan Abdullah ibn Ummi Maktum yang buta untuk lebih melayani kepada pembesar Quraisy yang congkak; ini termaktub pada QS ‘Abasa [80]: 1-16. Peristiwa kedua tertuang pada QS at-Tahrim [66]: 1-5 pada kasus Nabi mengharamkan buat dirinya madu yang sesungguhnya halal karena ingin mendapatkan keridhaan isteri-isterinya. Lantas peristiwa ketiga saat Nabi memberi izin kepada para munafik untuk tinggal di rumah mereka tanpa ikut ambil bagian dalam peperangan Tabuk yang terekam dalam QS at-Taubah [9]: 43.
Tiga sikap ‘blunder’ Nabi sang agung itu semuanya menyangkut hal yang manusiawi, dalam pengertian seumumnya dilakukan manusia yang ternyata berimplikasi luas-besar. Namun sama sekali tidak mencemari sifat keterjagaan (‘ishmah) Nabi karena bukan termasuk maksiat kepada Allah, bukan kehinaan, tidak pula menyalahi wahyu; bahkan kemudian direkam sebagai ajaran Islam dalam kitab suci al-Quran. Kasus lama yang cukup penting itu sudah selayaknya kita apresiasi sesuai semangat zaman kita yang sarat akan kasus pelanggaran HAM, kasus tidak menghargai pihak dan orang lain.
Politik vs Dakwah
Saat Nabi menjelaskan kepada Walid ibn Mughirah dan rekan-rekannya  para pembesar Quraisy tentang al-Islam, secara tiba-tiba datang Abdullah ibn Ummi Maktum yang buta serta menyela pembicaraan guna menanyakan soal tambahan pelajaran ke-Islamannya. Tanpa menegur Abdullah yang ‘lancang’ itu, Nabi berubah wajah tanda kurang berkenan hatinya hingga kemudian memalingkan muka kepada Walid guna melanjutkan penjelasannya. Ternyata peristiwa kecil ini ditampilkan sebagai topic besar pada Surah ‘Abasa dengan sindiran halus gaya penceritaan orang ketiga: Dia bermuka masam dan berpaling, karena telah dating seorang buta kepadanya (QS 80:1-2).
Spontan ketika ada muncul dua pilihan pada saat yang sama tentunya dipilih mana yang lebih baik dan lebih terhormat. Berhadapan dengan pembesar Quraisy guna berdakwah dan berhadapan dengan Abdullah juga berdakwah, maka Nabi memilih yang pertama, yang mungkin lebih luas pengaruhnya, lebih besar hasilnya daripada ‘hanya’ untuk satu orang. Namun hal itulah yang langsung ditegur: Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya dari dosa atau dia ingin mendapatkan pengajaran yang memberikan manfaat kepadanya? (QS 80: 3-4).
Bahkan secara frontal dipertentangkan dua pilihan tersebut yang berujung pada kesalahan Nabi dalam memandang paradigma persoalannya:  Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup maka kamu melayaninya padahal tidak ada celaan atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (QS 80: 5-7). Berbeda jauh dengan cara pandang sebelumnya: Dan adapun orang yang dating kepadamu dengan bersegera sedang ia takut kepada Allah maka kamu mengabaikannya (QS 80: 8-10).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar